UPAYA OPTIMALISASI HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK
MELALUI PAKET KEGIATAN MOTIVASI
(Kiat Menghadapi Ujian Nasional)
Oleh : Markus Basuki
Abstrak : Upaya peningkatan hasil belajar harus dimulai dari subyek kunci yaitu peserta didik sendiri. Peran pendidik serta beberapa aspek lain seperti sarana prasarana dan kondisi setempat memang tidak dapat dikesampingkan, namun semua kembali kepada kesanggupan peserta didik dalam menjalani proses belajarnya. Setiap peserta didik memiliki kemampuan dasar yang berbeda, juga karakteristik kejiwaan serta lingkungan yang berbeda pula. Hal inilah yang sering menjadi penghambat ketercapaian hasil belajar yang optimal. Sekolah sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas hasil pendidikan tentu telah menyiapkan segala pendukung demi keberhasilan para peserta didiknya. Ujian Nasional sebagai tolok ukur keberhasilan pembelajaran seringkali menjadi even menakutkan bagi seluruh warga sekolah, terlebih bagi peserta didik. Ketakutan dan kecemasan dalam diri peserta didik menjadi penghambat pencapaian hasil sukses optimal, dan jika tertanam secara permanen akan menjadi penjara mental dalam pikiran bawah sadarnya. Kegiatan motivasi, jika dikemas secara baik dengan muatan-muatan berbobot seperti sugesti-sugesti positif dapat menjadi penolong peserta didik untuk kembali pada kepercayaan diri.
Kata kunci : peserta didik, ujian nasional, pikiran bawah sadar, penjara mental, motivasi, sugesti
Pengantar
Kegagalan dalam Ujian Nasional adalah masalah yang sangat menghantui warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, peserta didik hingga seluruh pemangku kepentingan seperti orangtua, dinas terkait dan pemerintah. Begitu besarnya kekawatiran itu hingga terlalu banyak energi terkuras hanya untuk menyukseskan even tahunan tersebut dan kadang mengabaikan kepentingan lainnya. Sekolah-sekolah yang tergolong mapan sekali pun setiap akhir tahun pelajaran selalu dihadapkan pada kekawatiran yang sama, meski sering kali banyak dilandasi oleh ketakutan kehilangan gengsi dan nama besar. Itulah sebabnya Ujian Nasional yang kini menjadi kegiatan wajib bagi setiap sekolah itu selalu menyibukkan semua pihak.
Untuk menghadapi berbagai kemungkinan itu setiap sekolah umumnya telah membuat program antisipasi, mulai dengan efektivitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran, pelajaran tambahan, try out, hingga berbagai kegiatan keagamaan. Kecuali itu sesungguhnya pada sekolah-sekolah tertentu sejak perekrutan peserta didik baru telah dilakukan seleksi ketat dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dilakukan dengan tujuan mampu memberikan output dan outcome berkualitas bagi bagi masyarakat, meski kualitas ini seringkali dipandang terlalu sempit, yakni hanya berdasarkan nilai Ujian Nasional. Namun demikian masih ada faktor lain yang memberi kontribusi besar bagi keberhasilan peserta didik, yakni kondisi mental/psikologis mereka. Kondisi ini dapat menggagalkan berbagai program yang telah diupayakan jika tidak mendapatkan perhatian secara khusus. Dengan kata lain, setelah seluruh pihak dengan perannya masing-masing melakukan berbagai upaya, kondisi psikologis peserta didik harus disiapkan sedemikian rupa.
Ujian Nasional : Ujian bagi Semua
Ujian Nasional sejatinya merupakan kesempatan melakukan evaluasi kinerja seluruh aspek kehidupan sekolah. Tentu, hasil evaluasi tersebut tidak boleh hanya berhenti pada angka-angka yang diperoleh peserta didik tetapi harus diikuti dengan penilaian bidang-bidang lainnya. Dari sudut peserta didik, Ujian Nasional menjadi tolok ukur penguasaan minimal mereka atas sejumlah mata pelajaran yang diterima selama sekolah. Dari sudut guru, hasil Ujian Nasional dapat menjadi salah satu ukuran keberhasilan kinerjanya. Bagi sekolah, Ujian Nasional dapat menjadi tolok ukur kualitas sekolah di suatu daerah mau pun nasional. Namun, sekali lagi Ujian Nasional tidak boleh menjadi satu-satunya tolok ukur dalam mengukur kualitas seorang manusia atau sebuah lembaga pendidikan.
Karena pada masa sekarang ini nilai Ujian Nasional menjadi salah satu penentu vital bagi kelulusan seorang peserta didik, sekaligus menjadi salah satu sarana pemetaan kualitas pendidikan suatu lembaga atau suatu daerah, maka keberhasilannya merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Ujian Nasional memang merupakan tantangan berat bagi banyak sekolah, tetapi harus pula menjadi peluang bagi suatu lembaga pendidikan untuk menunjukkan eksistensi dan kualitas lembaganya. Bagi peserta didik, Ujian Nasional harus mampu menjadi sarana penemuan jati diri dan penemuan kebanggaan diri. Hasil Ujian Nasional, baik atau buruk seharusnya mampu memberikan penyadaran akan suaru proses pembelajaran yang baru tiba pada suatu tataran tertentu.
Permasalahan yang sering muncul adalah sebelum Ujian Nasional berlangsung, peserta didik maupun guru sama-sama merasa bahwa beberapa orang tidak bakal mampu mengerjakan soal-soal ujian dengan baik! Kondisi inilah yang sesungguhnya menghantui semua pihak. Dengan kata lain, sebelum berperang banyak orang merasa bakal mengalami kekalahan. Kondisi ini diperparah lagi jika kemudian guru banyak menyalahkan peserta didik yang dinilai “bodoh”, “lamban” dan sejumlah sebutan lainnya. Dan akan makin runyam lagi jika kepala sekolah dan para orangtua ikut-ikutan mempersalahkan peserta didik, sekaligus mempersalahkan para guru. Kegagalan yang belum terjadi seringkali telah menjadikan semua pihak mengalami “stress” berkepanjangan. Kegagalan adalah suatu akibat yang disebabkan oleh suatu kondisi tertentu. Kondisi tersebut dapat diperbaiki sebelum kegagalan terjadi. Mengubah akibat, hanya dapat dilakukan dengan mengubah sebab (Gunawan, 2010:9).
Kondisi Psikologis Peserta Didik Menjelang Ujian Nasional
Setiap manusia memiliki kemampuan bawaan, dan dengan kemampuannya itu ia dapat memecahkan berbagai kesulitan yang dihadapinya. Dalam menghadapi Ujian Nasional sesungguhnya setiap peserta didik sekurang-kurangnya telah dibekali kemaampuan minimal yang memadai. Kemampuan ini telah diakui ketika seseorang diterima masuk dalam suatu lembaga pendidikan dan pada masa pendidikan mereka telah menerima dan mengalami proses pembelajaran secara terstandar. Dengan demikian, dengan pola-pola Ujian Nasional yang terstandar sesungguhnya setiap peserta didik telah siap menghadapinya. Permasalahannya adalah standarisasi kualitas pendidikan belum merata di setiap wilayah Indonesia, meski hanya standar minimal sekali pun. Kondisi inilah yang menyebabkan hasil Ujian Nasional dari berbagai daerah sangat beragam. Dalam suatu wilayah yang dekat dengan pusat kota Ujian Nasional menunjukkan hasil yang bagus, tetapi di daerah lain yang terpencil, hasil Ujian Nasional sangat jauh dari harapan. Di antara sekolah-sekolah dalam suatu kota saja bisa terjadi hasil ujian nasional sangat beragam. Dan berdasar hasil itulah proses pelulusan peserta didik ditentukan. Maka tidak mengherankan, jika masih ada daerah-daerah yang prosentase angka kelulusannya sangat rendah (kurang dari 50%), meski ujian nasional tidak berjalan dengan jujur sekalipun. Sementara itu di daerah lain banyak sekolah mampu meluluskan seluruh peserta dengan nilai yang nyaris sempurna.
Jika kondisi seperti itu dibiarkan berlangsung terus-menerus tanpa ada solusi yang cerdas, salah satu dampaknya adalah Ujian Nasional selalu menjadi “momok” menakutkan bagi setiap warga sekolah. Ujian Nasional yang sesungguhnya merupakan suatu tahapan dari proses pendidikan yakni evaluasi, menjadi suatu tahapan yang berat, yang harus diperjuangkan lebih keras dibanding bidang lainnya. Berdasar pengalaman penulis mendampingi peserta didik menjelang Ujian Nasional, ditemukan fakta sebagian besar peserta didik mengalami kondisi “galau.” Kondisi yang juga disebut “stress” ini tidak hanya menimpa peserta didik yang kemampuannya rata-rata, tetapi juga menimpa mereka yang secara akademis lebih memadai. Jelas kondisi semacam ini tidak menguntungkan bagi semua pihak, terutama peserta didik. Sebagian besar kegagalan disebabkan karena stress, maka jika unsur penghambat itu bisa disingkirkan, prosentase keberhasilan pasti akan meningkat. Kondisi stress yang dialami peserta didik biasanya cukup beragam, ada yang mengalami ketakutan/kecemasan tanpa alasan, ada yang mengalami ketakutan atas beberapa mata ujian yang diyakini sulit, ada yang mengalami kecemasan karena takut tidak mampu mencapai target yang di tentukan oleh orangtua maupun sekolah.
Kondisi seperti disebutkan di atas dirasakan oleh peserta didik sejak awal masuk suatu lembaga pendidikan, karena pada umumnya sekolah telah sejak dini menjelaskan kriteria kelulusan atau kenaikan kelas. Kondisi psikologis tersebut jika tidak cepat terbaca oleh pendidik dan cepat mendapatkan pertolongan, lambat laun akan menimbulkan dampak ikutan yang seringkali semakin memperburuk situasi. Kondisi ikutan itu antara lain muncul dalam bentuk-bentuk perilaku malas, apriori, melawan, cuek, nakal, tidak percaya diri, murung, trauma, sulit diatur dan agresif. Menurut penelitian dari psikolog anak, lebih dari 90% permasalahan anak disebabkan oleh kesalahan atau ketidaktahuan orangtua atau guru akan cara komunikasi dan penyampaian nilai yang baik terhadap anak. Permasalahan juga muncul akibat kesalahan pola pembelajaran yang bertolakbelakang dengan kebutuhan peserta didik. Padahal, pembelajaran seharusnya mampu masuk pada tahapan internalisasi nilai-nilai sehingga masuk dalam pikiran bawah sadar anak (Almatin, 2010:3).
Sumber Masalah
Adi W. Gunawan, seorang pakar hipnoterapi, pendidik, motivator dan konsultan pendidikan mengatakan dalam salah satu sesi pelatihan, bahwa sumber dari keberhasilan maupun kegagalan adalah pikiran. Pikiran yang dimaksud di sini tidak berkaitan langsung dengan organ otak, walaupun tidak juga dapat dipisahkan darinya. Setiap manusia memiliki pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Sebagian besar hidup manusia diatur oleh pikiran bawah sadarnya. Dalam bukunya yang berjudul Hypnotherapy for Children, Adi W. Gunawan juga menegaskan bahwa sebagian besar perilaku manusia ditentukan oleh pikiran bawah sadar (perasaan) yang jika diprosentase mencapai 88%. Ini berarti pikiran bawah sadar yang terprogram dengan baik sejak dini akan mengakibatkan keberhasilan-keberhasilan besar dalam hidup seseorang, sebaliknya jika salah dalam pemrograman awal, maka seseorang akan mengalami berbagai kesulitan di dalam hidupnya (bdk. Sentanu, 2010: 26). Mengacu pada teori tersebut, dapat ditarik garis lurus bahwa “modal” negatif yang tertanam dalam pikiran bawah sadar berpotensi menimbulkan hal-hal begatif, dan “modal” positif dalam pikiran bawah sadar berpotensi menumbuhkan kesuksesan di kemudian hari.
Pikiran bawah sadar berisi kebiasaan, ingatan, kepribadian, perilaku, perasaan dan citra diri atau gambaran diri. Terciptanya kebiasaan, perilaku, perasaan dan citra diri dalam pikiran bawah sadar seseorang tidak lepas dari proses pendidikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat terutama ketika seseorang berada dalam masa golden age, yakni usia-usia emas untuk penanaman nilai-nilai. Sebagai contoh, seorang anak yang semasa kecilnya selalu mendengar kata-kata “kamu bodoh!” dari orang-orang sekitarnya, di masa mendatang akan tercetak dengan begitu kuatnya perasaan “saya bodoh.” Inilah yang disebut citra diri. Maka,
jika diteliti berdasarkan teori ini, kondisi peserta didik yang merasa takut dan tidak percaya diri ketika menghadapi ujian nasional sebenarnya dapat dicari penyebabnya serta diupayakan penyembuhannya. Kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi adalah: sejak kecil dikatakan bodoh, orangtua atau guru sendiri selalu menakut-nakuti anak akan sulitnya ujian nasional, atau karena sejak kecil tidap pernah diberi kesempatan memecahkan suatu masalah sehingga ia selalu merasa tidak percaya diri.
Suatu stimulus dari luar diri anak akan diterima dan masuk dalam pikiran bawah sadar bila memenuhi beberapa syarat :
a. Diulang-ulang (repetisi). Artinya, stimulus diberikan kepada anak terus-menerus dalam kondisi yang hampir sama, misalnya: setiap jam tertentu orangtua selalu memberikan cerita/nasihat yang sama.
b. Disampaikan oleh figur yang dipandang memiliki otoritas. Kata-kata yang diberikan oleh seseorang yang di mata anak memiliki otoritas, meski hanya didengar sekali akan tertanam dalam pikiran bawah sadar.
c. Stimulus tersebut dikuatkan oleh sumber-sumber lain seperti guru, teman, orangtua.
d. Stimulus tersebut memuat emosi yang tinggi
e. Stimulus tersebut diberikan dalam kondisi relaksasi mental (kondisi Alpha – Theta). Kondisi di mana pikiran bawah sadar terbuka untuk menerima segala masukan (bdk. Gunawan, 2010: 28).
Citra diri, sebagai salah satu kekayaan atau masalah yang dimiliki seseorang dengan demikian dapat terbentuk dengan sengaja ataupun tidak sengaja. Maka, kondisi mental yang negatif yang dialami para peserta didik yang menghadapi ujian nasional juga muncul akibat stimulus yang diterima pada saat pikiran bawah sadarnya terbuka. Apapun penyebabnya, yang terpenting ialah bagaimana memperbaiki citra diri yang negatif tersebut sehingga tidak lagi menghalangi anak mencapai kesuksesannya, terutama menghadapi ujian nasional. Citra diri negatif menjadi penyumbat suatu sukses. Penyumbat ini sering disebut penjara mental atau mental block, yang oleh para pakar dapat diatasi dengan menggunakan cara-cara yang mudah. Berat ringannya mental block ikut menentukan jenis terapi yang diberikan. Penjara mental yang berat yang dialami individu membutuhkan penanganan seorang ahli. Namun untuk mengatasi masalah-masalah yang sifatnya umum dan ringan, sekolah dapat melakukan upaya-upaya seperti diuraikan berikut ini. Tentu, sebelum melakukan suatu kegiatan motivasi yang terrencana dengan baik, dibutuhkan pemahaman yang benar atas konsep-konsep yang berkaitan dengan dunia motivasi. Membaca buku-buku motivasi dan mengikuti pelatihan-pelatihan dapat membantu para pendidik dalam mendampingi subyek didiknya, terutama ketika menghadapi peristiwa-peristiwa penting hidupnya.
Paket Kegiatan Motivasi
Para pendidik di sekolah pada umumnya menghadapi peserta didik secara klasikal. Permasalahan-permasalahan psikologis yang berat memerlukan penanganan individual oleh pakarnya. Sedangkan permasalahan-permasalahan umum yang dialami rata-rata peserta didik dapat diatasi dengan program pembinaan secara khusus. Pembinaan khusus seperti penulis lakukan, biasanya diadakan secara klasikal dan diadakan sebagai bagian dari program pembinaan mental spiritual. Ciri-ciri paket motivasi jenis ini adalah :
a. Diadakan di tempat khusus yang jauh dari hiruk pikuk kota. Biasanya diadakan di lingkungan tempat retret. Di sekitar kota Malang dikenal tempat-tempat seperti : Wisma Shyanti Lawang, Wisma Syalom Batu, beberapa tempat serupa di Sawiran – Nongkojajar, Pacet – Mojokerto, Ngadireso – Tumpang dll.
b. Memerlukan waktu rata-rata tiga hari dua malam, dengan acara-acara yang tersusun rapi dan tertib.
c. Dibina oleh sekelompok (tim) pembina yang memiliki kepedulian khusus dalam bidang pembinaan kaum muda.
d. Pola interaksi antara peserta didik dan pembina adalah pola adik – kakak. Pola ini menimbulkan keakraban dan keterbukaan yang akan ikut membantu kelancaran proses motivasi.
e. Paket kegiatan motivasi terdiri atas tahapan-tahapan acara :
- Perkenalan
- Penjiwaan : memahami berbagai permasalahan kehidupan
- Pendalaman permasalahan melalui berbagai metode seperti roll playing dll.
- Riang ria dan rekreasi
- Penyadaran akan luka-luka batin (mental block)
- Latihan relaksasi
- Rekonsiliasi dan penyembuhan luka-luka batin. Di sini peran sugesti dari pembina sangat penting, karena akan mengganti isi pikiran bawah sadar yang semula berisi mental block.
- Pemulihan : kembali masuk dalam keseharian hidup dengan hati yang baru
Penggunaan tempat khusus dan waktu cukup lama dimaksudkan menggiring peserta untuk memasuki kondisi yang cukup mendukung, baik ketika membutuhkan kesunyian maupun ketika memerlukan kegiatan yang perlu pengulangan-pengulangan. Harus dipahami dahulu bahwa motivasi akan berdayaguna jika diberikan ketika seseorang (peserta didik) berada dalam kondisi relaksasi mental (kondisi Alpha – Theta). Kondisi relaksasi mental ini memungkinkan stimulus/sugesti yang diberikan akan masuk dan mengendap dalam pikiran bawah sadar. Kondisi alpha hingga theta memungkinkan terjadinya reprograming mindset.
Ketika seorang anak bersekolah di TK atau pra-TK, sesungguhnya pikiran bawah sadar terbuka lebar sehingga nilai-nilai apapun begitu mudah tertanam di dalamnya. Tanpa disadari oleh orang-orang dewasa, ternyata pengalaman-pengalaman pahit yang dialami anak pada masa itu juga terekam begitu kuat dalam pikiran bawah sadarnya. Hal inilah yang sering memberikan dampak negatif dan muncul dalam usia-usia remaja dan dewasa. Ketika seseorang memasuki remaja, pikiran bawah sadarnya begitu sulit ditembus, kecuali stimulus dari luar dirinya masuk ketika mereka berada dalam kondisi relaksasi mental, saat gelombang otaknya berada pada posisi alpha hingga theta. Hal inilah yang menjadi penyebab, mengapa anak-anak merasa sulit belajar, atau sulit mengingat pelajaran dalam jangka waktu lama. Hal ini pulalah yang menyebabkan sebagian besar peserta didik begitu galaunya menghadapi Ujian Nasional.
Sugesti dan Hipnoterapi
Uraian-uraian mengenai program motivasi/sugesti di atas dapat dilaksanakan oleh siapapun, baik pendidik maupun orangtua. Tentu, keberhasilan suatu motivasi sangat ditentukan oleh beberapa faktor pendukung seperti diuraikan di atas. Sesungguhnya sejak dahulu kala para orangtua kita telah memberikan sugesti kepada anak-anaknya. Tetapi sugesti-sugesti tersebut tidak efektif karena tidak direncanakan secara matang, sehingga bisa jadi sugesti positif yang diberikan akan berbenturan dengan sugesti-sugesti negatif yang tanpa sadar juga ditanamkan.
Sugesti bisa diberikan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja serta untuk siapa saja. Dalam konteks pendidikan, sugesti diarahkan kepada peserta didik agar mampu menghadapi proses pendidikannya dengan baik dan berhasil. Sugesti yang dilakukan dengan tujuan melakukan penyembuhan atas suatu luka batin atau penjara mental membutuhkan keahlian dan waktu khusus. Sugesti untuk membangkitkan kepercayaan diri peserta didik menjelang ujian nasional misalnya, dapat dilaksanakan dalam suatu paket kegiatan semacam retret. Sugesti yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam suasana relaksasi mental sesungguhnya menyerupai hipnoterapi. Jadi sesungguhnya pada dasarnya setiap pendidik dapat melakukan hipnoterapi untuk keberhasilan peserta didiknya.
Namun sekali lagi harus dipahami spenuhnya bahwa hipnoterapi yang dilakukan secara langsung kepada individu tanpa pemberian pemahaman yang benar, akan mengakibatkan individu tersebut kehilangan hak/kesempatan untuk memberi makna atas pengalamannya itu. Artinya, sebelum seorang individu dituntun untuk menerima sugesti positif bagi keberhasilan hidupnya, ia diajak terlebih dahulu memahami dan menerima dengan iklas apa yang akan terjadi pada dirinya. Subyek didik adalah manusia yang memiliki hak unttuk menentukan hal-hal baik bagi dirinya dan masa depannya.
Kesimpulan dan Saran
Peserta didik adalah individu yang memiliki keunikan dan kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya. Sekumpulan peserta didik dengan kemampuan rata-rata, dibina dan dididik dalam suatu sekolah yang sama, dalam kurun waktu yang sama, tidak menjamin tercapainya suatu keberhasilan yang sama. Kondisi psikologis tiap individu dapat mendukung atau sebaliknya menggagalkan suatu tujuan. Kondisi psikologis yang negatif, atau disebut juga penjara-penjara mental yang dimiliki peserta didik akan menghambat optimalisasi prestasi belajar. Untuk itu diperlukan langkah-langkah cerdas dalam mengatasinya.
Untuk melaksanakan program pendampingan dengan inti melakukan motivasi dan sugesti positif diperlukan langkah-langkah yang benar. Untuk itu berikut disampaikan saran-saran kepada para pendidik khususnya, baik sebagai tindakan preventif maupun kuratif demi keberhasilan proses pendidikan generasi muda:
a. Seorang pendidik pantang memberi cap negatif kepada peserta didik, baik dalam bentuk kata-kata, marah, maupun yang ada dalam hati pendidik tersebut. Pujian jauh lebih bermanfaat daripada marah dan celaan.
b. Anak-anak dalam fase golden age harus diselamatkan dari “program-program negatif” melalui pembinaan dan pendidikan yang benar-benar berkualitas.
c. Pembinaan khusus untuk menghadapi ujian dengan pelajaran tambahan maupun bimbingan intensif harus disertai dengan pembinaan mental spiritual, yang akan menjadi pendukung keberhasilan dari dalam.
d. Dibutuhkan program khusus berupa paket kegiatan motivasi untuk menghilangkan pikiran dan perasaan negatif yang berpotensi mengganggu optimalisasi prestasi. Paket motivasi ini dapat diberikan dalam berbagai bentuk seperti outbond, retret, dll.
e. Kegiatan motivasi akan berjalan dengan lancar dan berdayaguna jika dilakukan oleh kelompok (tim) pembina yang benar-benar memiliki hati untuk para peserta didik.
Akhirnya, semua upaya tersebut tidak pernah akan berhasil dengan sempurna jika para pendidik melupakan sumber kekuatan yang mengalir melalui dirinya. Pendekatan spiritual sangat mendukung tercapainya program-program pendampingan untuk orang-orang muda.
BAHAN RUJUKAN
Almatin, MD. Isma. 2010. Dahsyatnya Hipnosis Learning. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Byrne, Rhonda. 2008. The Secret. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gunawan, Adi W. 2009. Quantum Life Transformation. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gunawan, Adi W. 2010. Hypnotherapy for Children – Cara Mudah dan Efektif Menerapi anak. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gunawan, Adi W. 2011. Born to be a Genius. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Maxwell, John C. 2007. The Maxwell Daily Reader. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer.
Putra, Julianto Eka. 2007. Anda Ingin sukses – Selama Tidak Berdosa, Lakukan!. Surabaya: PT. Menuju Insan Cemerlang.
Ries, Al & Laura. 2010. War in The Boardroom. Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer.
Sentanu, Erbe. 2007. The Science & Miracle of Zona Ikhlas. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Sentanu, Erbe. 2008. Quantum Ikhlas. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Suharli, J.I. Michell. 2008. Mind Set – winning Strategy for Winning People. Jakarta : PT. Gramedia.
Surgana, 2008. The Jin – Cara Benar Mewujudkan Impian Anda. Jogjakarta : Cupid Media Group.
Sugiarto, Ryan. 2010. The Power of Dream. Yogyakarta : Interprebook.
Santosa, Ippho. 2010. 10 Jurus Terlarang. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Wardoyo, Yahya. 2007. Mendidik anak Bermental Juara. Jakarta: Sketsa Inti Media.
Malang, 7 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar