POLITIK DAN
KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL
DALAM KONSTALASI
GLOBAL
Oleh :
Markus Basuki
BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Keterpurukan bangsa yang selalu diangkat ke
permukaan seringkali dikaitkan dengan pendidikan. Pendidikan dinilai paling
bertanggung jawab atas berbagai ketimpangan yang ada. Tentu tidak sepenuhnya
salah atau benar. Pendidikan memang bidang strategis
dalam membangun suatu bangsa. Kelalaian membangun pendidikan akan berakibat
fatal bagi output SDM yang diharapkan. Kenyataan, pendidikan selama ini tidak
dipandang penting, atau terpenting oleh sebagian masyarakat. Kesadaran akan nilai investasi
pendidikan masih belum nampak. Kebijakan negara dalam bidang
pendidikan belum menunjukkan upaya serius dalam membangun pendidikan di Indonesia. Sudah ada berbagai upaya, namun belum signifikan menunjukkan keseriusan itu.
Kualitas
pendidikan di Indonesia pada saat ini
boleh dibilang amat memprihatinkan. Data UNESCO (2000)
membuktikan bahwa peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index)
Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati
urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998) dan ke-109 (1999). Dan
menurut survey Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitan
pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Sedang
data Balitbang (2003) menunjukkan kenyataan bahwa dari 146.052 Sekolah Dasar di
Indonesia ternyata hanya ada delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia
dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia
hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle
Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA hanya tujuh sekolah yang mendapat
pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (Manik: 2006).
Jika kondisi di atas dirunut penyebabnya, maka kita dihadapkan pada
masalah yang kompleks antara lain: politik
dan sistem kebijakan dalam
pendidikan, sarana
prasarana, SDM guru dan pengelolaan
sekolah (manajemennya), SDM peserta
didik, faktor lingkungan (masyarakat), factor budaya dan sejumlah penyebab
lain. Dari beberapa faktor tersebut unsur politik dan sistem kebijakan pendidikan memiliki
arti penting, karena dari sinilah segala
dinamika pendidikan di tataran praksis
berasal.
- RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
uraian di atas, maka rumusan masalah adalah :
- Bagaimanakah politik kebijakan pendidikan di Indonesia?
- Bagaimanakan posisi sistem pendidikan nasional Indonesia jika disandingkan dengan sistem pendidikan di negara-negara lain?
- Bagaimanakah sistem pendidikan di negara Malaysia dan Brunai serta Jepang (mewakili benua Asia), Belanda (mewakili benua Eropa), Amerika (mewakili benua Amerika).
BAB II
PEMBAHASAN
A. POLITIK
KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
1.
Masalah-masalah pendidikan di Indonesia
Carut-marutnya bangsa dengan berbagai permasalahan yang ada di
dalamnya merupakan masalah bersama. Artinya, jika kita ingin melakukan
perbaikan maka semua segi kehidupan harus diperbaiki. Sebagai contoh, jika kita
ingin melakukan perbaikan menyangkut mafia peradilan sesungguhnya semua segi
kehidupan harus disentuh. Demikian pula dunia pendidikan, ia bersentuhan dengan
segala permasalahan yang ada dalam negeri ini. Bisa saja dunia pendidikan
dituding sebagai biang dari segala permasalahan karena bagaimanapun dalam dunia
pendidikanlah semua orang yang berkiprah di negeri ini digembleng. Maka tidak
mengherankan kini dunia pendidikan diberi perhatian lebih oleh pemerintah.
Orang-orang yang berkecimpung dalam
dunia pendidikan tentu tidak mau dipersalahkan begitu saja, karena selama ini
sebenarnya dunia pendidikan belum mendapat perhatian dan pembinaan secara
serius. Dunia pendidikan yang sejatinya merupakan wahana strategis untuk
investasi sumber daya manusia di masa depan sering justru diperlakukan tidak
adil. Sebagai contoh, anggaran pendidikan 20% yang sudah dikuatkan dengan
undang-undang, ternyata masih diplintir dan dipolitisir demi kepentingan
politis. Jadi, sesungguhnya cukup logis jika akhirnya menurut penilaian
berbagai lembaga independen tingkat dunia, kualitas pendidikan di Indonesia
masih rendah, bahkan di tingkat Asia Tenggara sekalipun.
Secara umum rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia berkaitan dengan belum adanya standarisasi yang ketat berkaitan dengan kualitas. Oleh sebab
itulah pada decade terakhir pemerintah melalui Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) mulai melakukan standarisasi. Keadaan dunia pendidikan yang
tanpa standar selama ini diperparah lagi dengan kecenderungan pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran yang tidak efektif
dan efisien. Banyak lembaga pendidikan melaksanakan proses pembelajaran
hanya sebagai formalitas, yang penting meluluskan peserta didik.
Dan jika didata, permasalahan
pendidikan di Indonesia setidaknya menyangkut beberapa hal berikut : (1). Rendahnya sarana fisik, (2). Rendahnya kualitas guru, (3). Rendahnya
kesejahteraan guru, (4). Rendahnya prestasi siswa, (5). Rendahnya kesempatan
pemerataan pendidikan, (6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, (7).
Mahalnya biaya pendidikan.
2. Politik Kebijakan
Pendidikan di Indonesia
Sistem pendidikan nasional sesungguhnya sudah tertata, akan tetapi
pada tahap implementasinya sangat dipengaruhi oleh banyak aspek. Pemerintah
juga telah melakukan berbagai pembaharuan, termasuk desentralisasi pendidikan.
Berbagai pembaruan tersebut merupakan upaya menyiapkan bangsa Indonesia agar
mampu mengembangkan kehidupan deemokratis yang mantap dalam memasuki era
globalisasi dan informasi sekarang ini.
Perkembangan yang terkait dengan IPTEK, masyarakat, berbangsa dan
bernegara maupun isu-isu di dalam dan luar negeri merupakan tantangan yang
harus dipertimbangkan dalam membangun system pendidikan nasional. Oleh sebab
itu pemerintah pusat maupun daerah, dalam hal ini kementerian pendidikan
nasional harus mampu dengan cepat menjawab tantangan-tantangan tersebut untuk
direalisasikan dalam program pendidikan nasional.
Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan npotensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuahn yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah
menyelenggarakan suatu system pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional (Lamp.
Permendiknas No. 22 tahun 2006).
Undang Undang nomor 20 Tahun 2003 merupakan pengejawantahan dari
salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar
yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain
adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat,
tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan
peserta didik.
Implementasi UU No. 20 tahun 2003
selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan pemerintah serta peraturan
menteri pendidikan. Dari sini sebenarnya sudah tertata suatu system yang
memadai hingga terwujudnya system pendidikan yang berkualitas. Hanya tatkala
sampai pada implementasi menjadi sangat berbeda dengan idealisme. Karena dunia pendidikan
kita masih rentan disusupi kepentingan lain, seperti kepentingan politik dll.
Kecuali itu penyakit masyarakat berkaitan dengan KKN dan mafia peradilan
sungguh mengganggu tercapainya cita-cita pendidikan yang luhur itu.
B.
Kebijakan
Pendidikan Nasional dalam Konstalasi Global
Dunia tengah
berubah dengan dahsyat. Isu postmodernisasi dan
globalisasi sebenarnya ingin merangkum pemahaman suatu perubahan yang sangat cepat dan dahsyat. Modernisasi adalah proses perubahan
masyarakat dan kebudayaannya dari hal-hal yang bersifat tradisional menuju
modern. Globalisasi pada hakikatnya merupakan suatu kondisi meluasnya budaya
yang seragam bagi seluruh masyarakat di dunia. Globaliasi muncul sebagai akibat
adanya arus informasi dan komunikasi yang begitu cepat. Sebagai akibatnya, masyarakat dunia menjadi satu lingkungan yang
seolah-olah saling berdekatan dan menjadi satu sistem pergaulan dan budaya yang
sama. Dunia
pendidikan yang merupakan bagian dari masyarakat dunia tak pernah bisa mengelak
dari sang perubahan itu.
Demikianlah, dalam dunia yang terus berubah
dewasa ini, pendidikan dihadapkan kepada
tuntutan dan tantangan transformasi sosial yang mencakup: ledakan isu-isu
sosial; kompetisi yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi, perubahan
kultural serta perspektif pemikiran dan kebutuhan; peningkatan dan percepatan tingkat
kompleksitas teknologi; serta perubahan kebutuhan mahasiswa yang bukan saja
mencakup pembelajaran disiplin ilmu, tapi juga kebutuhan untuk bertumbuh dan
berkembang secara intelektual untuk menghadapi tantangan kehidupan.
Globalisasi, adalah proses semakin
terintegrasinya sistem nasional bangsa-bangsa ke dalam sistem global.
Globalisasi, menurut Roberston (1992), adalah ”proses menciutnya dunia dan
intensifikasi kesadaran akan dunia sebagai keseluruhan......”. Kesadaran
sebagai ”satu dunia” mengimplikasikan terjadinya relativisasi dari acuan
individual dan nasional menjadi acuan umum dan supranasional. Globalisasi,
sebagai suatu fakta dan sebagai suatu ”kesadaran”, dapat dilihat dari dua sisi
yang berbeda, yaitu: sebagai peluang bagi yang dapat memanfaatkannya dengan
baik untuk tampil sebagai pemenang (the winners), dan pada saat yang
sama sebagai ancaman bagi kehidupan manusia untuk menghasilkan pecundang (the
lossers).
Terlepas dari persoalan ini,
globalisasi adalah suatu realitas yang tak mungkin dihindari. Dalam konteks
pendidikan, khususnya pendidikan di
Indonesia, persoalannya adalah bagaimana pendidikan di Indonesia mampu
memetik peluang dan berkah dari globalisasi ini, dan sebaliknya juga mampu
mengeliminasi berbagai ancaman dan dampak negatif dari globalisasi.
Lahirnya berbagai
kebijakan pendidikan akhir-akhir ini sesungguhnya dimaksudkan sebagai
antisipasi atas berbagai perubahan sebagai akibat globalisasi tersebut.
Beberapa kebijakan setidaknya cukup mewakili upaya tersebut:
1. Kebijakan
Standarisasi Pendidikan Nasional (8 Standar Pendidikan Nasional) yang meliputi
: a) standar isi; b) standar proses; c) standar kompetensi
lulusan; d)
standar pendidik dan tenaga kependidikan; e) standar sarana dan prasarana; f) standar pengelolaan; g) standar pembiayaan;
dan h)
standar penilaian pendidikan. Kebijakan standarisasi ini merupakan langkah
awal untuk meningkatkan standar pendidikan untuk tingkat dunia .
2. Kebijakan Sertifikasi Guru dan Dosen yang
bersumber dari undang-undang Guru dan Dosen. Pada dasarnya sertifikasi guru dan
dosen merupakan upaya awal untuk mendongkrak kualitas pendidikan diIndonesia.
Meski pada awal-awal pelaksanaan masih banyak kekurangan namun diharapkan di
masa mendatang dapat semakin sempurna implementasinya.
3. Kebijakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), meski pada saat ini masih
menuai pro dan kontra, namun ide dasarnya sebenarnya hendak menyiapkan para
lulusan yang mampu bersaing di dunia internasional.
Kecuali kebijakan
tersebut, masih banyak kebijakan yang sesungguhnya sangat ideal jika
dilaksanakan secara konsekuen. Namun demikian, pada tataran implementasi masih
banyak yang harus dibenahi bahkan dibongkar. Itulah sebabnya secara umum
politik kebijakan pendidikan di Indonesia dapat dikatakan masih buruk. Buruknya
politik kebijakan pendidikan di Indonesia setidaknya tercermin dari beberapam
indikator berikut : (1). Rendahnya sarana fisik, (2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru, (4). Rendahnya prestasi siswa, (5).
Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan dan tingginya angka putus sekolah,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, (7). Mahalnya biaya
pendidikan sebagai akibat belum konsekuennya pelaksanaan anggaran 20% untuk
pendidikan. Berbagai kebijakan seperti sertifikasi guru, belum mampu
mendongkrak kualitas SDM guru serta kesejahteraannya.
C. Sistem Kebijakan
Pendidikan pada negara-negara asing
1. Sistem
pendidikan di negara Malaysia dan Brunai Darusalam
Pendidikan di Malaysia dimulai dari Pendidikan Pra Sekolah yang disediakan
oleh beberapa instansi pemerintah, badan swasta, dan lembaga- lembaga sukarela
dan diikuti oleh anak didik berusia 4-6 tahun. Semua lembaga pendidikan pra
sekolah terdaftar pada Departemen Pendidikan dan pada umumnya mereka. Pendidikan dasar adalah
wajib bagi semua anak-anak antara usia 7 dan 12. Pendidikan gratis ini dibagi menjadi 2 fase 3
tahunan. Sekolah Dasar di Malaysia ada 2 jenis, sekolah nasional, yang diikuti
oleh siswa Melayu, dan sekolah tipe- nasional yang diikuti oleh siswa Cina dan
Tamil.
Pendidikan menengah terbagi menjadi 2 siklus : menengah bawah, berlangsung
3 tahun, disebut Form I-III, dan menengah atas, berlangsung 2 tahun, disebut
Form IV-V. Siswa sekolah dasar nasional langsung melanjutkan ke Form I, adapun
siswa dari sekolah tipe-nasional (Cina dan Tamil) mengikuti kelas transisi 1
tahun untuk mendapatkan bekal bahasa Melayu yang memadai, kecuali bagi siswa
yang mendapatkan nilai yang memuaskan pada Tes Penilaian Primer dapat langsung
mengikuti Form I. Pada tingkat menengah atas siswa dapat memilih salah satu di antara
dua program yang ditawarkan : akademis dan teknik (kejuruan).
Setelah menyelesaikan pendidikan menengah, siswa dapat memilih untuk
mengejar 1 sampai 2 tahun pendidikan pasca-pendidikan menengah untuk mendapatkan
Form VI dan pendidikan matrikulasi untuk persiapan masuk universitas.
Pendidikan matrikulasi dipersiapkan untuk memenuhi persyaratan masuk khusus
dari universitas tertentu. Adapun Form VI ditujukan untuk memenuhi persyaratan
dari semua universitas. Siswa yang telah menyelesaikan pendidikan menengah, mempersiapkan diri
untuk menghadapi Ujian Sertifikasi Sekolah Tinggi Malaysia (semacam SPMB) yang
diselenggarakan oleh Dewan Ujian Malaysia, dan ujian Matrikulasi yang dilakukan
oleh beberapa universitas lokal. Lembaga pendidikan tinggi mencakup
universitas, akademi, dan politeknik. Program yang ditawarkan beragam mulai
sertifikat, diploma, dan degree levels. Pada tingkat sarjana pendidikan
ditempuh selama 3-4 tahun.
Sejak tahun 2008, Brunei telah mulai melakukan transisi kepada
sistem pendidikan baru yang disebut sebagai SPN21, akronim dari Sistem
Pendidikan Negara Abad ke-21. SPN21 adalah sistem pendidikan yang dirancang
untuk memberikan kesempatan dan keleluasaan bagi para siswa untuk mencapai
status pendidikan yang tinggi sesuai dengan kemampuan akademik mereka masing- masing,
sebagaimana misi MOE (Kementerian Pendidikan) adalah untuk memberikan
pendidikan yang menyeluruh untuk mencapai potensi yang penuh bagi semua.
Sistem ini mulai
diterapkan pada para siswa Tahun 7 (Menengah Pertama) tahun ajaran 2008,
yaitu para lulusan ujian PSR 2007 (semacam UNAS SD). Kemudian
pada tahun 2009 dilakukan transisi
bagi siswa Tahun 1 dan Tahun 4 kepada sistem ini dan akan
diterapkan sepenuhnya pada tingkat dasar pada tahun 2011.
2.
Sistem pendidikan di negara Belanda
Belanda diakui dunia sebagai negara
yang memiliki standar internasional. Pendidikan di Belanda sangat ditekankan
dan menjadi salah satu masalah prioritas pemerintah, mulai dari tingkat
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi/universitas. Maka tidak aneh mulai
dari system pendidikan dasar di Belanda hingga pendidikan tinggi/universitas
itu berkualitas. Dunia sendiri mengakui akan prestasi Belanda didunia
pendidikan, terbukti 11 dari universitas di Belanda masuk ranking 200
universitas terbaik didunia. Penelitian juga menunjukkan bahwa mereka yang
pernah studi di universitas atau institusi pendidikan tinggi Belanda memiliki
kinerja yang sangat baik di manapun mereka berada. Untuk negara kecil
seperti Belanda, orientasi internasional, termasuk pendidikan dan pelatihan
merupakan keharusan untuk dapat bertahan di tengah arus dunia yang semakin
internasional.
Sistem pendidikan di Belanda sangat berbeda
dengan sistem pendidikan yang dikenal di Asia, Amerika, bahkan di sebagian
besar wilayah Eropa. Di Eropa sendiri, sistem pendidikan ala Belanda hanya
dikenal oleh beberapa negara, antara lain Jerman dan Swedia. Salah satu
perbedaan sistem pendidikan di Belanda adalah penjurusan yang sudah
dimulai sejak pendidikan di tingkat dasar dengan mempertimbangkan minat dan
kemampuan akademis dari siswa yang bersangkutan.
Secara umum, sistem penjurusan tersebut dapat
dikategorikan sebagai berikut: 1) Pendidikan tingkat dasar
dan lanjutan (primary en secondary education) 2) Pendidikan
tingkat menengah kejuruan (senior secondary vocational education and training) 3)Pendidikan tingkat tinggi (higher education)
3. Sistem
pendidikan di negara Amerika
Ada dua macam pendidikan di AS,
yaitu negeri dan swasta; namun antara keduanya ada pendidikan di rumah. Karena
tidak disebutkan dalam konstitusi, maka tanggung jawab pendidikan adalah pada
negara bagian. Pengawasan pendidikan dilakukan oleh 3 pihak, yaitu federal,
state, dan local control. Di tingkat lokal, pengawasan dilakukan oleh dewan
sekolah, pengawas, sekolah kabupaten, orang tua, dan masyarakat. Tiap state
atau negara bagian memiliki sistem pendidikan tersendiri, sehingga ada 50 macam
sistem pendidikan di AS sesuai dengan jumlah negara bagian. Masing-masing
mendelegasikan kekuasaannya kepada dewan sekolah. Karena itu kontrol pendidikan
terletak pada sekolah dan masyarakat di kabupaten.
Tiap sekolah memiliki sistem pendidikan. Jika jumlah sekolah di AS ada 14.000, ini berarti ada 14.000 macam sistem pendidikan. Jumlah tersebut dari tahun ke tahun menurun. Pada tahun 1930 sebanyak 130.000 ribu, dan pada tahun 2000 tinggal 14.000. Jam belajar diatur setiap hari antara 6-7 jam, termasuk makan siang. Dalam setahun hari masuk sekitar 180-190 yang terbagi dalam 4 kuartal @ 9 minggu untuk SMU. Sedangkan tingkat SD-SLTP sehari antara 6-7 jam pelajaran @ 45-55 menit. Terkadang ada penjadwalan dengan waktu 90 menit yang disebut dengan block.
Kurikulum inti ditentukan oleh tiap state, terdiri dari: seni bahasa (menulis, ejaan, membaca), bahasa, sains, matematika, ilmu pengetahuan sosial, dan olah raga. Persyaratan lulusan ditentukan oleh tiap state, dan saat itu 34 states mengharuskan tes bagi siswa yang menghasilkan produk, jadi bukan tes tertulis. Produk tersebut antara lain berupa hasil riset dan dipresentasikan di depan kelas. Ebtanas tidak ada. Nampaknya, tidak ada satu sistem pendidikan tertentu yang harus dianut di AS.
Tiap sekolah memiliki sistem pendidikan. Jika jumlah sekolah di AS ada 14.000, ini berarti ada 14.000 macam sistem pendidikan. Jumlah tersebut dari tahun ke tahun menurun. Pada tahun 1930 sebanyak 130.000 ribu, dan pada tahun 2000 tinggal 14.000. Jam belajar diatur setiap hari antara 6-7 jam, termasuk makan siang. Dalam setahun hari masuk sekitar 180-190 yang terbagi dalam 4 kuartal @ 9 minggu untuk SMU. Sedangkan tingkat SD-SLTP sehari antara 6-7 jam pelajaran @ 45-55 menit. Terkadang ada penjadwalan dengan waktu 90 menit yang disebut dengan block.
Kurikulum inti ditentukan oleh tiap state, terdiri dari: seni bahasa (menulis, ejaan, membaca), bahasa, sains, matematika, ilmu pengetahuan sosial, dan olah raga. Persyaratan lulusan ditentukan oleh tiap state, dan saat itu 34 states mengharuskan tes bagi siswa yang menghasilkan produk, jadi bukan tes tertulis. Produk tersebut antara lain berupa hasil riset dan dipresentasikan di depan kelas. Ebtanas tidak ada. Nampaknya, tidak ada satu sistem pendidikan tertentu yang harus dianut di AS.
4. Sistem
pendidikan di negara Jepang
Banyak pengamat pendidikan dan
pembangunan di Amerika Serikat melihat bagaimana sistem pendidikan di Jepang
telah berhasil mencetak tenaga kerja dengan semangat, motivasi dan watak yang
“pas” bagi pembangunan. Sebagai suatu masyarakat yang sepenuhnya mengakui peran
pendidikan dalam pembangunan, para ahli di A.S. mulai menengok sistem
pendidikan di Jepang, sekaligus mengevaluasi sistem pendidikan di,A.S. sendiri.
Maka dibentuklah team Jepang dan A.S. yang bertugas untuk mengevaluasi
pertemuan antara Reagan dan Nakasone pada tahun 1983. Pada tanggal 4 Januari
tahun 1987, secara serentak di kedua lbu Kota negara diumumkan hasil kerja team
tersebut. Team Amerika Serikat mengumumkan 128 halaman laporan yang oleh
seorang pejabat di kantor pendidikan di Washington disebut sebagai suatu
potret sistem pendidikan yang canggih. Dalam laporan tersebut,
sebagaimana dikutip oleh Newsweek, 12 Januari 1987, dikemukakan bahwa
murid-murid di Jepang diperkirakan mempunyai IQ yang
tinggi, buta huruf sudah tidak dikenal lagi. Di samping itu berdasarkan tes
yang telah distandardisir secara internasional ternyata murid-murid SMA di
Jepang memiliki skore di bidang matematik dan sain lebih tinggi dari pada
murid-murid SMA di A.S. Tambahan lagi, penelitian ini mempertebal keyakinan
para pengamat bahwa pendidikan di Jepang telah memainkan peran yang penting dan
sangat menentukan dalam pembangunan ekonomi negara pada dua puluh lima tahun
terakhir ini.
Ternyata sistem pendidikan Jepang, kalau dilihat dengan kacamata teori
pendidikan barat, bisa dikategorikan sebagai suatu sistem pendidikan
tradisional. Pemerintah pusat memegang kontrol pendidikan, termasuk menentukan
kurikulum yang berlaku secara nasional baik bagi sekolah negeri ataupun sekolah
swasta. Pengajaran menekankan hafalan dan daya ingat untuk menguasai materi
pelajaran yang diberikan. Materi pelajaran diarahkan agar murid bisa lulus
ujian akhir atau test masuk ke sekolah lebih tinggi, tidak mengembangkan daya
kritis dan kemandirian murid. Semua murid diperlakukan sama, tidak ada treatment
khusus untuk murid yang tertinggal. Sekolah menekankan pada diri murid
sikap hormat dan patuh kepada guru dan sekolah. Dengan singkat sistem
pendidikan Jepang dapat dikatakan suatu sistem pendidikan yang “kaku, seragam
dan tiada pilihan bagi anak didik”.
Dibalik sistem pendidikan di Jepang yang kaku dan seragam tersebut
sebenarnya ada beberapa hal yang patut dicatat. Pertama, dengan menegakkan disiplin patuh terhadap guru dan sekolah
menyebabkan anak didik di Jepang secara riil menggunakan waktu
sekolah lebih besar dari pada anak-anak sekolah di Amerika
Serikat. Kedua, sistem pendidikan di
Jepang telah berhasil melibatkan orang tua anak didik dalam pendidikan
anak-anaknya. lbu, khususnya senantiasa memperhatikan, memberikan pengawasan
dan bantuan belajar kepada anak-anaknya. Tambahan lagi, lbu-ibu ini terus
secara berkesinambungan membuat kontak dengan para guru. Ketiga, di luar sekolah berkembang kursus-kursus yang membantu anak
didik untuk mempersiapkan ujian atau mendalami mata pelajaran yang dirasa
kurang. Keempat, status guru dihargai
dan gaji guru relatif tinggi. Hal ini mengakibatkan pekerjaan guru mempunyai
daya tarik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, khususnya bab XIII menyatakan dengan tegas bahwa setiap
warga negara berhak atas pendidikan (pasal 31 ayat 1). Dan melalui amandemen
ke-4, hal tersebut dipertegas lagi dengan menyatakan bahwa pendidikan merupakan
kewajiban warga negara sekaligus
pemerintah wajib membiayainya (pasal 31 ayat 2). Bahkan untuk mendukung
pembiayaan tersebut dalam pasal 31 ayat 4 ditegaskan bahwa negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh prosen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah. Amanat UUD ini mewajibkan
negara/pemerintah sekaligus warga negara untuk mewujudkannya dalam kehidupan nyata.
Ini artinya, peningkatan kualitas
pendidikan nasional menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun pertanyaannya,
mampukah pemerintah melakukannya tanpa dukungan masyarakat luas? Sistem
pendidikan nasional telah tersusun dengan rapi. Dan pada tahap implementasinya
seluruh lapisan masyarakat harus mendukungnya dengan kritis. Terlebih para
insan pendidikan harus mendukung dengan sepenuh hati. Jika terjadi berbagai
kendala, semua harus menyikapi secara proporsional. Satu hal yang penting,
pendidikan tidak boleh menjadi komoditas politik, diombang-ambingkan oleh iklim
politik, karena pendidikan bertanggung jawab atas masa depan bangsa.
Sistem pendidikan
negara-negara asing boleh dijadikan pelajaran dan model bagi pengembangan
kebijakan pendidikan di Indonesia. Hanya yang harus selalu diingat, sistem
pendidikan di Indonesia haruslah merupakan sistem pendidikan yang berpijak pada
karakteristik bangsa. Modernisasi dan globalisasi tidak boleh sama sekali
menghilangkan kearifan lokal dan nasional.
B.
Solusi
Pendidikan harus
dipandang sebagai investasi SDM handal untuk membangun masa depan bangsa dan
nnegara. Oleh sebab itu pendidikan tidak boleh ditunggangi kepentingan politik
sesaat. Semua elemen negara dan masyarakat harus satu hati mengupayakan sistem
pendidikan yang berkualitas.
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah
sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas
di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007). Presiden memaparkan
beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
- Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
- Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.
- Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
- Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
- Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
- Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. (Untuk tahun 2007 dianggarkan Rp 44 triliun).
- Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
- Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.
Pemerintah sudah berupaya melakukan berbagai perubahan di bidang
pendidikan, mulai dengan adanya desentralisasi pendidikan, lahirnya
undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, Standarisasi Pendidikan
Nasional serta komitmen mengatur anggaran dana pendidikan yang memadai.
Komitmen pemerintah tersebut harus didukung dengan sepenuh daya, terutama dalam
implementasinya. Sebab tanpa peran serta dan dukungan masyarakat luas secara
kritis, pendidikan nasional yang dicita-citakan tidak dapat terlaksana dengan
baik.
DAFTAR RUJUKAN
Brosur sistem pendidikan tinggi di Belanda, yang
diterbitkan oleh perhimpunan universitas – universitas di Belanda bekerjasama
dengan badan perhimpunan Hogeschool di Belanda dan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Belanda.
Erik. Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-undang
Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 (Online) http://erik12127.wordpress.com/2008/05/10/ (diakses tanggal 08 Nopember
2010)
http://taghyr.wordpress.com/2009/03/20/pendidikan-di-belanda-yang-multikulturalis-dan-berkualitas/#more-1234 (diakses 9 September
2010)
http://www.ppibelanda.org/index.php?option=com_content&task=view&id=43&Itemid=52
http://pakguruonline.pendidikan.net diakses 14 Desember 2010
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah. Jakarta : Dirjen
Manajemen Pendidkan Dasar dan Menengah.
Manik, F. Suseno. 2006. Pendidikan
di Indonesia: Masalah dan Solusinya. dari http://www.mii.fmipa.ugm.ac.id. Diakses pada 13 Desember 2010.
Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen
Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Analisis
Situasi Sekolah dalam Pengembangan Kurikulum. Retrieve 23 April 2010 dari
http://www.akhmadsudrajat.wordpress.com
Suryohadiprojo, Sayidiman. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. (Online) http://sayidiman.suryohadiprojo.com/2003/08/13 (diakses tanggal 08 Nopember 2010)
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Wikipedia.co.id
www.
Infoamerika.com
Ditulis pada 16 Desember 2010
keren artikelnya gan.
BalasHapuswww.kiostiket.com