Sabtu, 29 Januari 2011
Artikel BOS
BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH (B0S) DAN
DILEMATIKA SEKOLAH SWASTA
Oleh : Markus Basuki (09370013)
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kebijakan pemerintah dengan digulirkannya Program Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar 9 tahun merupakan upaya lanjutan dalam memenuhi amanat UUD 1945, khususnya bab XIII menyatakan dengan tegas bahwa setiap warga negara berhak atas pendidikan (pasal 31 ayat 1). Namun kenyataan di lapangan menunjukkan adanya banyak hambatan dalam implementasinya. Salah satu penghambat yang ditemukan adalah sebagian masyarakat tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya. Dan dengan dicanangkannya kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sekolah-sekolah dan masyarakat cukup terbantu.
Kebijakan pendidikan berlanjut dengan dicanangkannya pendidikan gratis bagi SD dan SMP Negeri mulai tahun 2009. Kebijakan ini di satu sisi mampu menjawab kesulitan banyak orangtua dalam pembiayaan pendidikan. Tetapi jika pendidikan gratis hanya ditujukan bagi sekolah negeri, kecuali bertentangan dengan azas keadilan, juga mempunyai dampak serius bagi lembaga-lembaga pendidikan swasta, padahal mereka juga berperan aktif mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sekolah-sekolah swasta umumnya dikelola oleh yayasan. Yayasan bertanggungjawab atas seluruh biaya operasional sekolah termasuk gaji para guru dan pegawai. Dana bantuan BOS yang digulirkan pemerintah tentu sangat membantu yayasan dalam membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Namun, jika bantuan dana BOS tersebut dimaksudkan untuk membebaskan masyarakat dari seluruh biaya pendidikan, termasuk sekolah swasta, tentu akan menuai masalah besar. Namun, jika pemerintah harus menanggung seluruh biaya operasional sekolah swasta, mungkinkah terlaksana? Penanganan biaya pendidikan menurut peraturan yang berlaku juga menjadi tanggung jawab masyarakat. Jika demikian, siapakah yang seharusnya menanggung biaya pendidikan, pemerintah saja, atau bersama masyarakat? Jika bersama masyarakat, bagaimana pembiayaan ini harus diatur sehingga pemerintah dan pihak swasta dapat mengembangkan sekolah masing-masing tanpa harus mematikan salah satu.
Rumusan Masalah
Berdasar beberapa uraian di atas, berikut ini dapat dirumuskan masalah-masalah yang diangkat dalam pembahasan karya tulis ini :
1.2.1 Bagaimana implementasi Bantuan Operasional Sekolah pada sekolah swasta?
1.2.2 Bagaimana manfaat dan kelemahan program BOS bagi sekolah swasta?
1.2.3 Bagaimana pengaruh kebijakan BOS terhadap kelangsungan sekolah swasta?
Tujuan dan Manfaat
Makalah ini ditulis untuk beberapa tujuan berikut :
1.3.1 Terbukanya wawasan kaum akademisi, khususnya berkaitan dengan masalah-masalah pembiayaan pendidikan di Indonesia.
1.3.2 Memberi wacana dan inspirasi bagi para pembuat kebijakan, khususnya menyangkut pembiayaan pendidikan dalam kaitan dengan kelangsungan lembaga-lembaga pendidikan.
1.3.3 Memberi gambaran konkret pelaksanaan dana BOS di sekolah-sekolah swasta kota Malang dikaitkan dengan kebijakan sekolah gratis.
1.3.4 Manyuarakan usulan kepada pembuat kebijakan terutama berkaitan dengan kelangsungan hidup sekolah-sekolah swasta.
PEMBAHASAN
Kebijakan Pemerintah tentang BOS
Kini dunia tengah dilanda perubahan besar. Perubahan itu mencakup berbagai segi kehidupan manusia dan disebabkan oleh berbagai faktor pula. Perubahan itu disebabkan oleh alam, tetapi juga oleh perilaku manusia. Perubahan-perubahan tersebut menuntut suatu sikap dari manusia. Jika manusia tidak mampu menyikapi perubahan, maka akan muncul masalah. Perubahan juga terjadi dalam dunia pendidikan. Kemajuan dunia yang begitu pesat dari sisi ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut diikuti oleh kemajuan bidang lain. Etika, budaya, tata krama serta bidang-bidang lain harus mengikuti dan mendampingi berbagai ikemajuan tersebut. Bidang pendidikan memiliki fungsi strategis dalam mewujudnyatakan cita-cita itu.
Pendidikan di Indonesia berjalan berdasarkan suatu sistem yang ditata sedemikian rupa, didukung oleh berbagai kebijakan dan dilandasi oleh bermacam dasar hukum. Maka perubahan-perubahan yang diharapkan muncul dalam dunia pendidikan tidak akan lahir dari masyarakat dengan sendirinya. Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan nasional haruslah menerbitkan kebijakan-kebijakan yang cerdas. Kebijakan-kebijakan tersebut tidak boleh mengabdi pasa suatu periode tetapi harus mampu menjangkau masa depan dan terjaga kontinuitasnya.
Teori Kebijakan
Seorang pakar kebijakan, Wayne Parsons (2005:15) dalam bukunya Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, menyatakan bahwa kebijakan adalah usaha untuk mendefinisikan dan menyusun baris rasional untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Parson memberikan batasan jelas dan tegas bahwa apapun yang hendak dibuat untuk merespon persoalan dalam masyarakat harus berlandaskan alasan atau pertimbangan rasional. Sementara itu James Anderson seperti dikutip oleh Budi Winarso (2005: 16) menyatakan bahwa kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan.
Sedangkan Thomas R. Dye, seperti dikutip oleh Budi Winarno (2005:15) mendefinisikan kebijakan sebagai apa yang dilakukan pemerintah, mengapa mereka melakukannya, dan apa perubahan yang hendak dibuatnya. Dari sekurang-kurangnya tiga teori tersebut di atas, bila dikaitkan dengan persoalan pendidikan yang terjadi di Indonesia, maka kebijakan-kebijakan yang diambil, seperti program BOS dan Sekolah Gratis merupakan keputusan yang diambil terencana, terarah dengan pertimbangan rasional untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Namun demikian, kebijakan-kebijakan tersebut bukan berarti tanpa cacat. Implementasi yang melibatkan banyak orang dari banyak wilayah berbeda dalam kurun waktu lama akan mampu menimbulkan banyak masalah.
Program BOS
Kebijakan pembangunan pendidikan, terutama dalam kurun waktu 2004 – 2009 meliputi peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas melalui peningkatan pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberian akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang dapat menjangkau layanan pendidikan (Depdiknas 2006:3). Kenaikan BBM pada tahun-tahun tersebut berpeluang menghambat tercapainya program Wajar 9 Tahun. Oleh sebab itu program PKPS-BBM (Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak) bidang pendidikan perlu dilanjutkan.
Undang-undang No. 20 tahn 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7 – 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Konsekuensinya pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pendidikan dasar. Salah satu indikator penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) yang pada tahun 2005 baru mencapai 85,22%. Sedangkan target tahun 2008/2009 harus mencapai 95%. Namun pada tahun 2008 dilaporkan pencapaian target APK telah mencapai angka 86,18%.
Dengan pengurangan subsidi bahan bakar minyak dan sehubungan dengan program penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun yang bermutu, pemerintah memprogramkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi peserta didik setingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.
Tujuan program BOS
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.
Secara khusus program BOS bertujuan untuk :
1. Menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya operasional sekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta.
2. Menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya operasional sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI).
3. Meringankan beban biaya operasional sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
Sasaran program BOS
Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk Sekolah Menengah Terbuka (SMPT) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket B tidak termasuk sasaran dari program BOS ini.
Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah termasuk untuk BOS Buku, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan:
1. SD/SDLB di kota : Rp 400.000,-/siswa/tahun
2. SD/SDLB di kabupaten : Rp 397.000,-/siswa/tahun
3. SMP/SMPLB/SMPT di kota : Rp 575.000,-/siswa/tahun
4. SMP/SMPLB/SMPT di kabupaten : Rp 570.000,-/siswa/tahun
Landasan Hukum Kebijakan BOS
Landasan hukum dalam pelaksanaan program BOS meliputi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang No. 17 Tahun 1965 tentang Pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan.
3. Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999.
4. Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
5. Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Bendaharawan Wajib Memungut Pajak Penghasilan.
6. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
7. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
8. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
9. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
10. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
11. Peraturan Pemerintah No. 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
12. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
13. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
14. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar
15. Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
16. Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
17. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 036/U/1995 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.
18. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
19. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 060/U/2002 tentang Pedoman Pendirian Sekolah.
20. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 078/M/2008 Tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi 145 Judul Buku Teks Pelajaran Yang Yang Hak Ciptanya Dibeli Oleh Departemen Pendidikan Nasional
21. Peraturan Mendiknas No. 46 Tahun 2007 Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan Untuk Digunakan Dalam Proses Pembelajaran
22. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008 Tentang Buku
23. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 12 Tahun 2008 Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan Untuk Digunakan Dalam Proses Pembelajaran
24. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 28 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2008 tentang Harga Eceran Tertinggi Buku Teks Pelajaran Yang Hak Ciptanya Dibeli Oleh Departemen Pendidikan Nasional
25. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 34 Tahun 2008 Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran (SD: PKn, IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia dan SMP: IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris)
26. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2008 Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
27. Surat Edaran Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia No. SE-02/PJ./2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dengan Penggunaan Dana Bantuan Operasional (BOS) oleh Bendaharawan atau Penanggung-Jawab Pengelolaan Penggunaan Dana BOS di Masing-Masing Unit Penerima BOS.
BOS untuk Pendidikan Gratis
Tujuan khusus BOS seperti dimuat dalam buku panduan Bantuan Operasional Sekolah untuk Pendidikan Gratis dalam rangka Wajib Belajar 9 Tahun yang Bermutu adalah menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya operasional sekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Tujuan khusus kedua adalah menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya operasional sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI).
Implemetasi dari program tersebut sejak Januari 2009 pemerintah mewajibkan seluruh Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Negeri seluruh Indonesia untuk menggratiskan seluruh peserta didik dari kewajiban membayar uang sekolah, kecuali untuk sekolah kategori khusus, misalnya Sekolah Bertaraf Internasional. Kebijakan ini tentu membawa dampak positif dan negatif bagi dunia pendidikan di tanah air. Pihak-pihak yang menerima dampak langsung adalah sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta).
Sekolah-sekolah Swasta dan Kebijakan BOS
Kebijakan BOS secara umum sangat membantu sekolah dan orangtua murid. Namun kala kebijakan dini langsung dilanjutkan dengan program sekolah gratis maka menimbulkan benturan-benturan di lapangan. Penyelenggaraan pendidikan bukan semua ditangani negara, bahkan yang ditangani oleh masyarakat (swasta) jumlahnya lauh lebih besar. Sekolah-sekolah swasta juga selalu disebut-sebut sebagai mitra pemerintah, karena memang kenyataannya sekolah-sekolah swasta dan sekolah-sekolah negeri sama-sama membina anak-anak bangsa. Sekolah-sekolah swasta membutuhkan kebijakan khusus berkaitan dengan program BOS jka keberadaannya masih tetap dibutuhkan.
Karakteristik Sekolah Swasta
Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 menyiratkan akan pentingnya keberadaan sekolah swasta: bahwa masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya dalam penyelenggaraan Pendidikan Nasional (ayat 1). Selain itu, ciri kahas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan (ayat 2), sedang syarat-syarat dan tata cara penyelenggaraannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah ( ayat 3).
Penyelenggaraan Sekolah swasta di Indonesia dilakukan oleh beranekaragam pihak, yaitu: yang memiliki latar belakang keagamaan, kebudayaan/kedaerahan, sekolah yang diselenggarakan oleh organisasi wanita dan sekolah yang merupakan bagian dari suatu organisasi besar dengan beraneka ragam latar belakang pula. Dari perspektif manajemen penyelenggaraan pendidikan keragaman latar belakang itu berkaitan dengan kemampuan finansial kompetensi professional, dan akuntabilitas penyelenggaraan terhadap pemakai jasa pendidikan. Dalam keragaman itu pula, badan-badan penyelenggara pendidikan swasta dihadapkan dengan kewajiban mengimplementasikan salah satu strategi pokok kebijakan pendidikan nasional, yaitu peningkatan mutu pendidikan. Jumlah sekolah formal umum yang diselenggarakan oleh swasta berkembang cukup pesat.
Dilihat dari lingkup kewilayahannya, terdapat dua sifat organisasi penyelenggaraan sekolah swasta, yaitu federatif dan non federatif , organisasi penyelenggaraan yang bersifat federatif adalah badan atau koordinator penyelenggaraan pendidikan tingkat nasional yang mempunyai perwakilan di 20% daerah tingkat I, dan masing-masing perwakilan itu membawahi cabang sebanyak 20% daerah tingkat II. Sedangkan organisasi yang non-federatif adalah badan penyelenggara pendidikan yang berpusat di daerah tingkat II atau daerah tingkat I, tidak memiliki perindukan ke tingkat nasional (BMPS, 1996).
Sekolah swasta di Indonesia, selain memiliki akar sejarah yang kuat juga memiliki berbagai keuntungan dalam hal jaminan perundang-undangan, sifatnya yang manageable untuk peningkatan mutu dan difusi gagasan, pengelolaannya lebih otonomi, jalur birokrasinya lebih pendek, dan adanya keleluasaan berinovasi ke arah peningkatan mutu dan kinerja sekolah. Namun jika berhadapan dengan program pemerintah mengenai sekolah gratis, pengelolaan sekolah swasta menghadapi kendala yang serius. Ini terjadi jika tidak ada kebijakan lanjutan yang sungguh mempertimbangkan posisi perguruan swasta sebagai mitra sekolah-sekolah negeri.
Implementasi Kebijakan BOS untuk Sekolah Swasta
Pada dasarnya sekolah swasta membiayai operasional sekolahnya secara mandiri. Jika sekolah-sekolah swasta berada dalam suatu korporasi bisa terjadi subsidi silang antar sekolah dalam satu naungan. Kebijakan BOS di satu sisi membantu sekolah-sekolah swasta dalam pembiayaan operasional. Orangtua juga terbantu karena dana BOS juga digunakan untuk meringankan iuran orangtua. Berbagai kebutuhan dan fasilitas belajar peserta didik juga sangat terbantu dengan adanya dana BOS.
Namun, tatkala kebijakan BOS dibarengi dengan kebijakan sekolah gratis, bagi sekolah-sekolah swasta menjadi masalah besar, meskipun pemerintah menetapkan sekolah gratis sementara ini hanya untuk SD dan SMP Negeri. Sekolah-sekolah negeri sejauh ini biaya personalia ditanggung oleh negara. Oleh sebab itu dana BOS secara teoritis sudah dapat menutup buaya operasional sekolah. Sementara itu sekolah-sekolah swasta menanggung seluruh pembiayaan, termasuk biaya personalia. Maka, jika memang benar kebijakan BOS dimaksudkan untuk membuat pendidikan gratis, sekolah-sekolah swasta berada dalam kesulitan. Kesulitan-kesulitan itu antara lain : sekolah swasta terancam kehilangan murid, karena sebagian murid mencari sekolah gratis. Atau jika sekolah-sekolah swasta ikut menggratiskan seluruh siswa, operasional sekolah terancam kelangsungannya. Hal ini tidak terjadi jika anggaran pendidikan yang dikeluarkan oleh negara sungguh mampu menutup seluruh biaya pendidikan.
Respon Masyarakat
Masyarakat, menurut Bagong Suyanto (1995) merupakan sekelompok individu yang mendiami suatu desa, kota, kawasan atau negara tertentu.
Sedangkan respon berarti suatu tanggapan yang merupakan suatu konsekuensi dari perilaku sebelumnya, suatu tanggapan yang meniru perilaku orang lain atau tanggapan suatu kolektiva yang memiliki pengaruh emosional yang sama. Kelompok yang paling kecil dan paling dekat dengan kehidupan individu adalah keluarga, sedangkan kelompok yang terbesar adalah masyarakat, yaitu kelompok yang mempunyai identitas sendiri dan mendiami wilayah tertentu atau daerah tertentu.
Dalam kaitan dengan penelitian ini masyarakat yang dimaksud adalah kalangan orangtua murid atau peserta didik sekolah-sekolah swasta. Secara umum pasti masyarakat menyambut baik jika biaya pendidikan menjadi lebih murah, bahkan gratis. Maka dengan terlaksananya kebijakan BOS yang sudah berlangsung beberapa tahun ini banyak orangtua merasa terbantu. Di sekolah-sekolah negeri, yaitu tingkat SD dan SMP, mulai Januari 2009 orangtua tidak lagi mengeluarkan dana untuk biaya pendidikan anak-anaknya. Sebenarnya meski tidak seperti sekolah negeri, sekolah-sekolah swasta juga memanfaatkan dana BOS untuk meringankan beban biaya pendidikan orangtua. Namun demikian karena jumlah dana BOS masih jauh dari mencukupi, untuk sekolah-sekolah swasta umumnya belum mampu membebaskan biaya pendidikan, kecuali bagi masyarakat yang memang benar-benar tidak mampu.
Sekolah-sekolah swasta penerima dana BOS, seperti disinggung di atas memiliki karakter khusus, yaitu kebanyakan orangtua peserta didik berada dalam strata menengah dalam masyarakat. Oleh sebab itu keberadaan kebijakan BOS sungguh disambut dengan gembira. Seperti petunjuk pelaksanaan yang ada, masyarakat harus menerima sosialisasi yang memadai, maka para orangtua peserta didik sekolah-sekolah swasta juga menerima informasi memadai mengenai dana yang dapat meringankan beban masyarakat tersebut.
Berbagai Penelitian tentang BOS
Sejak program BOS digulirkan sudah ada banyak penelitian meski masih bersifat sporadis. Penelitian yang bersifat nasional dan menyeluruh masih belum banyak dilakukan. Kalaupun diadakan, lebih banyak menyoroti aspek-aspek tertentu saja, misalnya segi akuntabilitas keuangan. Hal ini sering dilakukan oleh lembaga-lembaga independen.
No. Peneliti Waktu Lokasi Judul dan Pokok Penelitian Keterang-an
1 Saptono 2008 DKI Jakarta Banyak anggaran kurang transparan. Laporan
Irawan Masyarakat kesulitan mengakses informasi Penelitian
dkk. program BOS sehingga membuka peluang
(ISAI) terjadinya penyelewengan dana BOS.
2 Bappeda tahun Kab. Efektivitas dana BOS dikaitkan dengan Angka Laporan
Temang- 2005 / Temang- Putus Sekolah. Sejak diluncurkan BOS - angka Penelitian
gung 2006 gung putus sekolah justru meningkat. Penyebab putus
sekolah: ekonomi, malas, lemah daya pikir,
sakit/kawin.
3 Alang 2008 Kab. Bolang Aspek Keadilan Program BOS Bagi Keluarga Tesis
Arianto, Mangon- Miskin. Implementasi Program BOS belum
UGM dow memberikan Aspek Keadilan Program BOS Bagi
Yogya- Keluarga Miskin. Perlu kriteria jelas dan
karta pendataan akurat atas sasaran.
4 Dr. Sukardi 2006 Jakarta Efektivitas dana BOS untuk meningkatkan Mutu Jurnal /
Weda, M. dan 2010 (nasional) Layanan Pendidikan Dasar 9 Tahun. Tesis
Hum, M. Ada peningkatan mutu layanan pendidikan dasar.
Pd., M. Si Dampak negatif: ketergantungan sekolah
terhadap
BOS, padahal dana BOS tidak mencukupi.
Masyarakat tetap harus diberi peluang
berpartisipasi dalam pembiayaan pendidikan.
5 Litbang 2007 Kalimantan Dampak BOS Terhadap Peningkatan Mutu dan Laporan
Provinsi Timur Pemerataan Pendidikan. Penelitian
Kaltim Program BOS berdampak positif terhdap
efektivitas pembelajaran di sekolah, pengurangan
beban orang tua serta meningkatkan pelayanan
terhadap akses pendidikan.
6 Laura 2009 Sumatra Efektivitas BOS dalam Meningkatkan Mutu Pen- Laporan
Syahrul, Barat didikan Dasar di Kota Padang dan Kab. 50 Kota. Penelitian
dan Rahmi (Padang dan BOS cukup efektiv meringankan biaya pendi-
Fahmi Kab. dikan, sementara dari peningkatan mutu pendi-
50 Kota) dikan belum ada pengaruh signifikan.
7 Lukman 2005 Gresik Analisis Pemantauan Outcome Program BOS di Tesis
Hakim Madrasah Tsanawiyah Gresik.
Secara umum outcome BOS sudah baik, namun
partisipasi masyarakat menurun. Di satu sisi
Wajar 9 tahun harus tuntas, di sisi lain mutu pen-
didikan harus ditingkatkan, dan memerlukan
banyak biaya.
8 Tri 2009 Purworejo Peranan BOS dalam Pelayanan Pendidikan di Laporan
Haryana L. Purworejo. Penelitian
BOS telah mampu memberikan kesempatan akses
pendidikan kepada seluruh siswa untuk tingkat
SMP Negeri di kab. Purworejo. Peranan masya-
rakat yang mampu tetap diperlukan dalam
membiayai pendi dikan.
9 Lina 2008 Pati Pelaksanaan Pengelolaan Kebijakan BOS Tesis
Chandra A Ditinjau dari Aspek Hukum Keuangan Negara.
Pelaporan, pengawasan dan pengelolaan keuangan BOS dilaksanakan sesuai deng
an ketentuan dan alur mekanisme yang tertuang
dalam buku panduan BOS dan perundang-un-
dangan yang berlaku.
10 Aris 2009 Tangerang Studi tentang Subsidi BOS pada jenjang SMP Tesis
Roosnila Selatan dan Implementasinya di kota Tangerang Selatan.
Dewi Subsidi BOS berdampak positif bagi
masyarakat dengan peningkatan kegiatan,
sarana d an kebutuhan operasional. Namun
biaya tanggungan orangtua masih besar (54%).
Belum ada dampak positif jika dikaitkan dgn.
peningkatan kualitas pem belajaran.
11 Litbang 2006 Sumatra Studi Pengelolaan Dana BOS. Laporan
Provinsi Utara Masyarakat belum memiliki pemahaman yang Penelitian
Sumatra benar tentang BOS. Sekolah belum transparan
Utara dalam pengelolaan BOS dan belum melibatkan
masyarakat dalam pembiayaan pendidikan.
Peranserta orangtua dalam pembiayaan
pendidikan menurun. Kinerja sekolah, baik secara
intern mau pun ekstern mengalami peningkatan.
Manajemen sekolah makin meningkat, sarana
prasarana belajar juga mengalami peningkatan.
ANALISIS
Manfaat dan Kelemahan program BOS bagi sekolah swasta
Departemen Pendidikan Nasional sejak pertengahan 2005 meluncurkan program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kebijakan ini dibuat dengan arah awal menggratiskan biaya pendidikan dasar bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu dan meringankan bebas biaya bagi kelompok menengah dan mampu. Program ini dibuat untuk meminimalisir dampak kenaikan BBM. Kenaikan BBM dikawatirkan menurunkan daya beli masyarakat miskin, tetapi lebih dari itu mampu menghambat upaya penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Melalui BOS pemerintah hendak meningkatkan akses masyarakat, khususnya siswa dari keluarga miskin terhadap pendidikan berkualitas dalam rangka penuntasan wajib belajar sembilan tahun tersebut.
Sebelum program BOS digulirkan sebenarnya pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan berkaitan dengan pembiayaan program wajib belajar. Tahun 1998 hingga 2004 pemerintah menerbitkan program BKM (Bantuan Khusus Murid), kemudian pada tahun 2004/2005 dikeluarkan program Pemberian Subsidi Bantuan Minimal Pendidikan (PSBMP) dan pada pertengahan 2005 program itu diteruskan dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pada tahun 2006 program BOS dilengkapi dengan program BOS BUKU. Program-program tersebut melibatkan anggaran dalam jumlah besar. Yang perlu dipertanyakan adalah sejauh mana program-program tersebut efektif dan efisien serta mencapai sasaran.
Dengan pengawasan melekat, penyaluran dan pemanfaatan dana BOS di sekolah-sekolah sebenarnya sudah berjalan lancar, meski tetap tidak bebas sama sekali dari kekurangan. Berkenaan dengan program sekolah gratis yang mengiringi program BOS sebenarnya masih belum tuntas. Program sekolah gratis (SD dan SMP) disosialisasikan pada bulan Januari 2009. Setelah berlangsung satu tahun terlihat bahwa program ini menimbulkan efek paradoksal. Di satu sisi masyarakat mensyukuri pendidikan gratis ini, di lain pihak sekolah-sekolah (terutama sekolah negeri) mengalami kesulitan serius melanjutkan program-programnya akibat kekurangan dana. Dana BOS yang disalurkan secara kualtitatif jelas tidak mampu memenuhi kebutuhan sekolah dalam menyelenggarakan seluruh program. Untuk sekolah-sekolah swasta, meski tetap boleh menarik iuran dari orangtua murid, kedua program di atas tetap menimbulkan dampak serius. Tentu hal ini tidak terlalu berpengaruh bagi sekolah-sekolah swasta unggulan.
Pengaruh yang dimaksud adalah, sekolah swasta mulai kekurangan murid, karena sebagian besar orangtua tentu akan mencari sekolah yang gratis. Hal ini diperkuat pula oleh asumsi bahwa sekarang sekolah-sekolah negeri banyak yang memiliki kualitas bagus. Sebaliknya, jika sekolah swasta ikut membebaskan biaya pendidikan bagi siswanya, tentu tidak mampu lagi membiayai operasional sekolah, terutama karena guru dan pegawai di sekolah swasta digaji oleh sekolah/yayasan sendiri. Inilah dilematika sekolah swasta! Di satu sisi kebijakan BOS menyejukkan, di sisi lain kebijakan BOS menjerat dan mencdekik!
Secara teoritis keadaan ini dapat diatasi jika pemerintah menyediakan anggaran cukup, baik untuk sekolah negeri maupun swasta. Jika pemerintah pusat tidak mampu mencukupi biaya ini, maka pemerintah daerah harus dapat melengkapi dana dari pusat sehingga sekolah gratis benar-benar terwujud, baik negeri maupun swasta. Berkaitan dengan kewajiban sekolah swasta untuk memberikan gaji kepada guru dan karyawannya, jika program sertifikasi guru sudah berjalan mantap tentu tidak lagi menjadi beban berat bagi sekolah swasta. Namun tetap menjadi pertanyaan bagi dunia pendidikan, bagaimanakah peran orangtua dalam ikutserta membiayai pendidikan? Hal ini tetap memerlukan formulasi yang jelas, sehingga peranserta masyarakat mengembangkan pendidikan tidak dimatikan.
Kesimpulan dan saran
Dari berbgaai uraian tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal berikut :
1. Kebijakan BOS merupakan kebijakan pro-rakyat, memberikan manfaat besar bagi masyarakat dalam menanggung biaya pendidikan. Kebijakan ini sangat bermanfaat bagi rakyat banyak, terutama bagi yang berkekurangan.
2. Kebijakan BOS tidak perlu tergesa-gesa diikuti dengan program sekolah gratis jika pemerintah belum menyiapkan berbagai pendukungnya, terutama anggaran.
3. Perguruan swasta, secara historis sangat berperan dalam dunia pendidikan nasional oleh sebab itu peran mereka perlu dipertahankan. Perguruan swasta hendaknya tetap dijadikan partner bagi pemerintah dalam menyukseskan pendidikan nasional.
4. Kebijakan BOS dapat menjadi dilema bagi perguruan swasta karena dikaitkan dengan program sekolah gratis. Di satu sisi kebijakan BOS disyukuri sebagai bantuan untuk mempertahankan kelangsungan sekolah swasta, namun di sisi lain jika diikuti dengan kebijakan sekolah gratis yang menempel pada kebijakan BOS, akan mengancam kelangsungan perguruan swasta.
5. Masyarakat (terutama yang berada) harus tetap diberi peluang untuk berperan dalam pembiayaan pendidikan. Perguruan swasta sangat terbantu dengan peranserta masyarakat.
6. Kebijakan BOS harus diikuti dengan kebijakan lanjutan yang mendukung :
a. BOS reguler dari pusat hendaknya diikuti dengan BOS daerah sehingga sungguh mampu menutup biaya pendidikan secara keseluruhan.
b. Sekolah swasta hendaknya dijadikan partner bagi sekolah negeri. Pemerintah hendaknya memperlakukan sekolah swasta secara adil, terutama dalam perekrutan peserta didik, pembiayaan investasi pendidikan dan biaya operasional pendidikan.
c. Alokasi biaya pendidikan yang diamanatkan undang-undang sungguh diperjuangkan secara murni, bukan secara politis, dipelintir, sehingga sektor pendidikan sungguh diperhatikan sebagai investasi masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Binatama Raya.
Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama. 2006. Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bos Buku /dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun. Jakarta : Depdiknas.
Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bos Buku /dalam Rangka Wajib Belajar 9 Tahun Yang Bermutu. Jakarta: Depdiknas.
Parsons, Wayne. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta : Prenada Media Group.
Suyanto, Bagong. 1995. Perangkap Kemiskinan, Problem dan Strategi Pengentasannya. Yogyakarta: UGM.
Tangkilisan, H. N. S., 2003. Teori dan Konsep Kebijakan Publik dalam Kebijakan Publik yang Membumi, Konsep, Strategi dan Kasus. Yogyakarta: Lukman Offset dan Yappi.
Winarno, Budi. 2005. Teori dan Praktek Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.
Sumber lain : Penelitian, Skripsi, Tesis, Artikel, Jurnal
Arianto, Alang. 2008. Aspek Keadilan Program Bantuan Operasional Sekolah bagi Keluarga Miskin – Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Retrieve dari arc.ugm.ac.id
Bid. Kemasy. Litbang Provinsi Kalimantan Timur. 2007. Dampak Bantuan Operasional Sekolah Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan (Penelitian). Retrieve dari litbang.kaltimprov.go.id
Elisabeth, Stevani, 2009. Sekolah Gratis Ibarat Tong Kosong. Retrieve dari www.sinarharapan.co.id.
Free Basic Education. 2009. Laporan Hasil Riset 18 November 2009. Retrieve dari pattiro-magelang.org
Martono, Hendro. 2007. BOS dan Drop Out. Artikel online. Retrieve dari els.bappenas.go.id.
Munawir, Rokhmad. 2009. Catatan tentang Pendidikan Gratis. Penelitian PATTIRO. Retrieve dari pattiro-magelang.org.
Kapanlagi.com. Sekolah Swasta ’Kewalahan’ Pasca Terima Dana BOS. 21 Okt. 2006. Retrieve dari www.kapanlagi.com.
Koran Jakarta. Swasta Minta Naikkan Bantuan. 5 Nov 2009. Retrieve dari dhi.koran-jakarta.com.
Santoso, Dwi. 2007. Keefektivan Penggunaan Dana BOS Dalam Rangka Program PeningkatannMutu Pembinaan di SD se- Kecamatan Nglegok Kab. Blitar. Skripsi Jurusan Administrasi Pendidikan FIP. UM. Retrieve dari karya-ilmiah.um.ac.id.
Saptono, Irawan dkk. 2008. Banyak Anggaran Kurang Transparan. Penelitian ISAI. Retrieve dari www.kebebasaninformasi.org.
Surya Online. Ratusan Sekolah Swasta di DKI Menolak Pemberian BOS. 2 Maret 2009. Retrieve dari www.surya.co.id.
Surya Online. Sekolah Negeri Gratis Sekolah Swasta Kurang Murid. 13 Juli 2009. Retrieve dari www.surya.co.id.
Weda, Sukardi. 2009. Efektivitas Program BOS Untuk meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan Dasar 9 Tahun. Tesis Universitas Indonesia. Retrieve dari puslitjaknov.org.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar