Kamis, 13 September 2012

Belajar ke negeri China



Catatan Kunjungan ke China :

Tuntutlah Ilmu Sampai Negeri China
Oleh : Markus Basuki

Beberapa waktu silam penulis sempat mengunjungi beberapa kota di China Timur bersama sejumlah kepala SMP/SMA/SMK Negeri dan anggota DPRD kota Malang. Kunjungan yang diberi title “Study Banding” tersebut berlangsung selama 8 hari pada musim dingin di tahun 2011. Berikut beberapa catatan perjalanan tersebut.

Mengapa China?
Seperti kita ketahui, China adalah Negara dengan penduduk lebih satu milyar namun mampu bangkit sebagai raksasa ekonomi dunia. Kecuali dalam bidang ekonomi, China juga merajai berbagai even olahraga dunia serta banyak prestasi lain seperti dunia pengobatan, pertunjukan, dan bidang pendidikan. Ternyata berbagai keberhasilan itu tidak lepas dari pendidikan. Pola pendidikan di China, meski tidak seluruhnya dapat ditiru, perlu dijadikan bahan perbandingan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air.

Modern tapi Tradisional
Kota Shanghai yang terletak di sisi Timur daratan China mungkin bisa mewakili modernisasi kota Asia. Kecuali Hongkong, Shanghai merupakan kota modern yang layak disejajarkan dengan Los Angeles atau kota besar lain di dunia. Pembangunan kota Shanghai dalam 10 tahun terakhir sungguh pesat hingga membuat banyak Negara tercengang. Politik negeri ini memang besar andilnya bagi pembentukan kota-kota modern itu.
Meski China menuju Negara modern, tetapi ternyata sangat menghargai budaya tradisional. Memelihara dan mengembangkan budaya tradisional merupakan kewajiban dasar setiap warga Negara. Itulah sebabnya, di balik penampilan modern kota-kota di China tersimpan harta kekayaan budaya tradisional yang sangat mempesona. Pemeliharaan bangunan-bangunan kuno yang telah berusia ribuan tahun sungguh dapat ditiru oleh Negara lain, termasuk Indonesia.

Hebatnya China
Meski hanya sempat mengunjungi beberapa kota di bagian Timur China, namun penulis dapat merasakan gerakan dahsyat perubahan yang dimotori oleh pemerintah yang cukup dictator. Perubahan itu kini sungguh mampu mengantar negeri tirai bambo menjadi Negara superpower baru.

Pola pendidikan di China, seperti yang penulis sempat kunjungi, tertata sedemikian rapi dan terpola untuk membentuk lulusan-lulusan yang berkualitas. Hangzhou Gongshe Vocational High School – di kota Hangzhou – misalnya, mempunyai beberapa kebijakan yang barangkali dapat menjadi inspirasi membuat perubahan. Sistem sekolah 5 hari, masuk jam 8.00 dan pulang jam 15.30, hari Sabtu untuk kegiatan ekstra kurikuler. Pembiayaan : sekolah negeri 90% dibiayai pemerintah, 10% orangtua. Sedangkan untuk sekolah swasta orangtua membiayai biaya pendidikan secara mandiri. Jumlah murid, tidak terlalu banyak namun mementingkan kualitas. Spesialisasi skill sangat dipentingkan. Penjurusan berdasar bakat dan kemampuan dilakukan sejak dini dan dibina secara berkelanjutan. Program magang pada perusahaan/lembaga (untuk SMK). Sistem ujian : Ujian Negara, Ujian Sekolah, Ujian Skill. Murid miskin diperhatikan, dilayani sama dengan yang lain.

Mengunjungi Chenghuang Business Center, Yiwu Small Comodities Market member inspirasi tentang kiat membuka pasar global yang penuh persaingan. Pemerintah China berani memangkas biaya masuk demi memajukan kunjungan wisatawan. Harga-harga tidak mahal, kualitas standar. Pusat perdagangan dikelola pemerintah, sebagian oleh swasta. Pasar produk dalam negeri digenjot. Infrastruktur digarap dengan sungguh-sungguh, terencana dan matang.

Tempat-tempat cagar budaya terpelihara dengan amat baik. Hanshan Temple, Lion Garden, Three Kingdom City merupakan contoh keseriusan China memelihara warisan leluhur. Kuil-kuil berusia ribuan tahun terpelihara dengan baik, demikian pula istana tempat kaisar tinggal – semuanya dipelihara dengan cermat, taman dan danau dipelihara dan dijaga dengan biaya tinggi. Peninggalan-peningalan tersebut masih sering dipergunakan sebagai setting pembuatan film. Istana, benteng, perahu, dermaga dipertahankan keaslianya untuk kepentingan wisata, pembuatan film dan sebagai museum.

Industri dibina dan dikembangkan hingga menjangkau seluruh dunia. Siapa tidak kenal produk China, mulai dari jarum jahit hingga pesawat terbang. Beberapa industry yang penulis kunjungi : Suzhou Silk Factory, Ming & Qing Hefangjie, Longjing Tea, Pearl Museum, Ceramic Teapot di Wuxi dan Dongyang China Woodcarvings. Peninggalan pengobatan dan minuman masa lampau tetap dipertahankan kualitasnya dan kini dikemas secara modern. Perusahaan sutera alam di kelola dengan professional dan dijadikan komoditas kelas tinggi. Sutera berkualitas tinggi tersebut diperoleh dari teknologi dan pengalaman ratusan bahkan ribuan tahun. Teh kaisar sebagai minuman berkasiat tinggi dipertahankan kualitasnya sebagai komoditas yang laku keras. Perusahaan mutiara air tawar milik pemerintah juga digarap seara professional dan terpadu sehingga laku jual, demikian juga kerajinan batu giok yang tersohor itu. Perusahaan moci di Wuxi sangat istimewa, karena hanya di kota ini ditemukan bahan  yang sempurna untuk moci dengan kualitas istimewa. Kerajinan ukiran kayu merupakan kerajinan yang sangat istimewa,  terpadu dan bernilai tinggi.

Gemerlapnya jagad hiburan mendapat perhatian pemerintah karena ini merupakan kekhasan yang bernilai jual tinggi. The Seven Performance Show misalnya : Dunia hiburan diolah dan dikemas secara modern dan profesonal menghasilkan sajian yang menakjubkan. The Seven Performance Show merupakan sajian tontonan Life Show yang berisi rangkuman sejarah China selama lebih 5000 tahun. Tontonan ini dikemas secara sempurna dengan memadukan seni tradisional, seni modern, pencahayaan, music etnik dan modern, effect serta peralatan mekanik dan hidrolik yang sangat canggih. Hasilnya penonton seperti melihat boskop tetapi sesungguhnya life show. Pemandangan alam khas China seperti Xihu Lake, Cruise on The West Lake, Tai Hu Lake dan Nanjing Road sert Huangpu River Cruise melengkapi kekaguman setiap pengunjung. Danau Xihu adalah tempat legenda Siluman Ular Putih yang tersohor. Keadaan danau sangat terawat dengan latar belakang bangunan pagoda dan jembatan-jembatan lengkungnya. Tai Hu Lake adalah danau yang sangat indah. Nanjing Road adalah jalan tersohor di Shanghai, bisa dikatakan Malioboronya Shanghai. Ribuan orang memadati jalan ini di malam hari untuk menikmati keindahan kota atau berbelanja. Huangpu River Cruise adalah wisata naik perahu mengitari kota Shanghai lama dan baru. Pemandangan Shanghai di malam hari sungguh membuat takjub. Lampu-lampu kota sungguh mampu menghiasi kota Sanghai yang penuh dengan gedung-gedung pencakar langit dan ratusan apartemen.

Manfaat kunjungan
Manfaat terbesar sesungguhnya terletak pada perubahan mindset. Dan perubahan itu dimulai dari terbukanya wawasan, betapa di luar sana telah terjadi perubahan luar biasa, sementara di dalam sini nyaris tidak ada perubahan. Kemajuan luar biasa di Shanghai harus mampu mengubah mindset bahwa kita adalah bangsa yang terbelakang menjadi bangsa yang maju. Untuk itu perlu semangat perubahan di segala lini kehidupan. Dalam bidang pendidikan, perlu  wawasan baru tentang system pendidikan yang tidak sekedar menyiapkan tenaga siap pakai tetapi tenaga ahli yang siap menghadapi berbagai perubahan. Juga membuka wawasan tentang system pendidikan China yang sangat memperhatikan pengembangan bakat dan kemampuan. Juga membuka wawasan tentang etos kerja yang diharapkan di jaman perubahan ini. Etos kerja China sama dengan Jepang – sangat tinggi. Tetapi kini China melampaui Jepang. Dalam bidang lingkungan hidup, China memiliki kepedulian tinggi tentang lingkungan : menekan polusi, mempertahankan tanaman/pepohonan, danau dan alam lainnya. Dan yang kini sedang merosot di Indonesia: nasionalisme dan mempertahankan budaya.  Tidak perlu malu meniru China dalam membangun nasionalisme dan mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa.

Semuanya berpulang pada Sumber Daya Manusia (SDM) yang berani berubah. Dunia mengalami perubahan dahsyat, sementara sebagian besar manusia lebih menyukai kemapanan. Ketika dunia sudah menjadi semakin sempit, dan ketika pasar global sungguh telah terjadi hanya orang-orang yang siap saja yang mampu bertahan. Selebihnya akan menjadi pecundang, bahkan di Negara sendiri. Dibutuhkan pola pikir baru yang mampu menjangkau dekade-dekade mendatang.

Yayasan Mardi Wiyata



Catatan Espad V Mardi Wiyata
Pacet – Mojokerto, 10 – 16 Oktober 2011

MARDI WIYATA’S STUDY DAY
WITH PROJECTION
Gebrakan Yayasan Mardi Wiyata
Menuju Proyeksi 2030
Oleh : Markus Basuki

“Ketika dunia luas masih terlelap, kita telah terjaga,
ketika dunia luas terjaga, kita telah berlari,
ketika dunia luas mulai menggeliat, kita mencemooh,
ketika dunia luas mulai berlari, kita tertegun dan terperangah,
dan saat dunia luas berlari kencang, kita tersadar, betapa kita mulai terseok...”


Jika kita tengok kembali dinamika dunia pendidikan kita menjelang berakhirnya abad ke-20, khususnya lembaga pendidikan swasta, mungkin kita akan mengerti. Mengapa kita tidak boleh tinggal diam. Tanpa kita sadari lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia mulai menggeliat, mencari bentuk dan bangkit menyongsong abad 21. Ketika itu sebagian lembaga pendidikan katolik masih merasa nyaman dengan nama besarnya, sebagian lainnya mulai merasakan kemunduran. Akan tetapi situasi tidak menentu itu tidak cepat mendapat respon dari sebagian lembaga pendidikan di tanah air. Akibatnya, sekolah-sekolah berguguran!
Kala itu sekolah-sekolah Mardi Wiyata masih berjuang sendiri-sendiri, belum ada kesamaan visi perjuangan ke depan, dan belum melihat perubahan global sebagai tantangan bersama. Hingga diadakan rapat kerja pertama pada tahun 1999 dengan tema pokok “Mardi wiyata menyongsong abad XXI”.  Proyek rintisan ini ditindaklanjuti dengan raker pada tahun 2001 dan tahun 2003 yang kemudian menemukan judul Espad (Evaluasi Terpadu). Espad pertama sebagai bentuk evaluasi menyeluruh dari segala aspek kehidupan sekolah diakui membawa perubahan besar bagi kemajuan sekolah-sekolah Mardi Wiyata. Maka Espad pertama tersebut dilanjutkan dengan Espad II dan III (2005 dan 2007) sekaligus menyongsong Mardi Wiyata Emas 2008. Perjalanan raker pertama hingga Mardi Wiyata Emas ibarat meteor yang bergerak begitu cepat dan membuat banyak mata memandang. Insan Mardi Wiyata di segenap penjuru nusantara seolah menemukan jati diri kembali dan dengan penuh keyakinan berani menatap hari depan yang gemilang. 

Akan tetapi di balik gempita itu dunia luar tidak tinggal diam. Ia mengalami dinamika perubahan yang dahsyat. Dan perubahan dahsyat sering menyentak dan mengikis kepercayaan diri. Evaluasi Terpadu IV tahun 2010 mencoba mengarahkan kembali eforia Mardi Wiyata Emas ke visi perjuangan. Espad  IV mencoba merangkum seluruh evaluasi dalam Espad I hingga III dan mengejawantahkannya dalam bentuk Rencana Strategis (Renstra) Yayasan Mardi Wiyata 2010-2030. Renstra ini memuat delapan bidang pengembangan strategis yaitu pengembangan Kemardiwiyataan, pengembangan Pencerdasan Kehidupan Bangsa, pengembangan Ciri Khas Katolik, pengembangan Profesionalitas, pengembangan Integritas, pengembangan komunikasi, pengembangan Visioner dan pengembangan Litbang. Kedelapan bidang ini dirumuskan dengan dijiwai oleh tugas perutusan Gereja khususnya dalam bidang pendidikan yang tertuang dalam berbagai kebijakan dan peraturan, seperti dekrit tentang pendidikan hingga keluarnya nota pastoral 2008. Renstra juga berusaha mengakomodasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan seperti UU Sisdiknas, UU guru dan dosen serta peraturan-peraturan lain yang menyangkut pendidikan di tanah air.  Pada tataran strategi, Renstra Mardi Wiyata memuat lima isu strategis meliputi:  (1) peningkatan kualitas dan daya saing lulusan, (2) penerapan, pemanfaatan dan pengembangan ICT, (3) peningkatan layanan  penelitian, (4) pengabdian masyarakat dan (5) membangun jaringan kerjasama.

Mardi Wiyata Proyeksi 2010-2030 merupakan konkretisasi Renstra Mardi Wiyata. Pertemuan Litbang Yayasan Mardi Wiyata Februari 2011 merupakan langkah awal konkretisasi itu dengan menghasilkan 7 (tujuh) pedoman yang melandasi implementasi renstra. Dan pertemuan Espad V  merupakan proyeksi pertama, yang berusaha menemukan aksi-aksi konkret yang harus terjadi dalam kurun waktu 2011 hingga 2016. Sebagai sebuah upaya implementasi, maka pertemuan yang melibatkan andalah-andalan Mardi Wiyata kali ini miliki roh yang berbeda dengan pertemuan-pertamuan sebelumnya. Jika pertemuan-pertemuan terdahulu para peserta membawa materi dari unit kerja masing-masing untuk digodog dan dikritisi serta disimpulkan dalam bentuk kesepakatan dan rekomendasi, maka pada pertemuan sepekan itu para peserta berangkat dari unit kerja tanpa bekal alias kosong. Forum ini diisi dengan mendalami bidang-bidang pengembangan Renstra yang telah ada dan mengubahnya dalam bentuk aksi nyata.

Pertemuan selama sepekan itu mengedepankan empat bidang pengembangan yakni: (1) bidang Pendidikan, yang meliputi Kurikulum, Sumberdaya Manusia (SDM) dan Pendidikan Kemardiwiyataan, (2) bidang Hukum dan Organisasi yang meliputi  Hukum dan Organisasi,  (3) bidang Kaderisasi yang meliputi Pramuka, OSIS dan Tenaga Potensial dan (4) bidang Administrasi, Manajemen dan Keuangan (Minjemenkeu) yang meliputi Administrasi dan Manajemen serta Keuangan. Keempat bidang tersebut didalami melalui diskusi mendalam dalam kelompok kerja. Diskusi kelompok dilaksanakan pada hari pertama, setelah para peserta mendapat suntikan rohani melalui retret dua malam lewat bimbingan Romo Emanuel Wahyu Widodo, O. Carm. Hasil diskusi kemudian dirangkum dan ditindaklanjuti dengan pleno serta pembahasan lebih konkret lagi  di tingkat teritorial (sub perwakilan). Pada tingkat ini semua aksi nyata yang telah dirumuskan dimasukkan dalam kalender kerja yang nantinya akan terus dipantau oleh yayasan Mardi Wiyata. Inilah grand desain yang harus menjiwai setiap program unit kerja.

Setelah berproses dalam diskusi kelompok, seluruh peserta menerima materi-materi pendukung dalam seminar yang diharapkan mampu memperkaya pemahaman dan wawasan atas empat bidang garapan tersebut. Materi yang diberikan meliputi: Kiat-kiat mendapatkan dana negara untuk Pendidikan yang dibawakan oleh Bp. Marcos Mau Cay, SE, MM dari Kementerian Keuangan RI, Politik Pendidikan di era Persaingan Global yang dibawakan oleh Bpk. Dr. Beny K. Harman, ketua Komisi III DPR RI, Implementasi Undang-undang Pendidikan oleh Ki Darmaningtyas, seorang aktivis pendidikan nasional, Layanan Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat oleh Prof. Dr. F. Danardana Murwani, MM dari Universitas Negeri Malang dan Kebijakan Perpajakan terhadap Yayasan Penyelenggara Pendidikan, oleh Bapak Drs. Yoedo Asmoro, M. Hum, mantan Kepala Dinas Perpajakan Jatim. Melalui seminar ini diharapkan langkah-langkah konkret Proyeksi Mardi Wiyata akan semakin menukik tajam mencapai sasaran.

Kini, ketika dunia luar telah berlari kencang, ternyata kita juga telah siap berlari kencang dan bersaing di lintasan. Sukses selalu untuk Mardi Wiyata, sukses selalu untuk kita semua! Dalam naungan Bunda Hati Kudus dan santo Vinsensius, kita maju terus melawan perubahan. Tuhan memberkati selalu!

Senin, 03 September 2012

Politik Pendidikan



POLITIK DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL
DALAM KONSTALASI GLOBAL
Oleh  :  Markus Basuki

BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Keterpurukan bangsa yang selalu diangkat ke permukaan seringkali dikaitkan dengan pendidikan. Pendidikan dinilai paling bertanggung jawab atas berbagai ketimpangan yang ada. Tentu tidak sepenuhnya salah atau benar. Pendidikan memang bidang strategis dalam membangun suatu bangsa. Kelalaian membangun pendidikan akan berakibat fatal bagi output SDM yang diharapkan. Kenyataan, pendidikan selama ini tidak dipandang penting, atau terpenting oleh sebagian  masyarakat. Kesadaran akan nilai investasi pendidikan masih belum nampak. Kebijakan negara dalam bidang pendidikan belum menunjukkan upaya serius dalam membangun pendidikan di Indonesia. Sudah ada berbagai upaya, namun belum signifikan menunjukkan keseriusan itu.
Kualitas pendidikan di Indonesia pada saat ini boleh dibilang amat memprihatinkan. Data UNESCO (2000) membuktikan bahwa peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998) dan ke-109 (1999). Dan menurut survey Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitan pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Sedang data Balitbang (2003) menunjukkan kenyataan bahwa dari 146.052 Sekolah Dasar di Indonesia ternyata hanya ada delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA hanya tujuh sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (Manik: 2006).
Jika kondisi di atas dirunut penyebabnya, maka kita dihadapkan pada masalah yang kompleks antara lain: politik dan sistem kebijakan dalam pendidikan, sarana prasarana, SDM guru dan pengelolaan sekolah (manajemennya), SDM peserta didik, faktor lingkungan (masyarakat), factor budaya dan sejumlah penyebab lain. Dari beberapa faktor tersebut unsur politik dan sistem kebijakan pendidikan memiliki arti penting, karena dari sinilah segala  dinamika pendidikan di  tataran praksis berasal.

  1. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah adalah :
  1. Bagaimanakah politik kebijakan pendidikan di Indonesia?
  2. Bagaimanakan posisi sistem pendidikan nasional Indonesia jika disandingkan dengan sistem pendidikan di negara-negara lain?
  3. Bagaimanakah sistem pendidikan di negara Malaysia dan Brunai serta Jepang (mewakili  benua Asia), Belanda (mewakili benua Eropa), Amerika (mewakili benua Amerika).


BAB II
PEMBAHASAN

A.    POLITIK KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

1.      Masalah-masalah pendidikan di Indonesia
Carut-marutnya bangsa dengan berbagai permasalahan yang ada di dalamnya merupakan masalah bersama. Artinya, jika kita ingin melakukan perbaikan maka semua segi kehidupan harus diperbaiki. Sebagai contoh, jika kita ingin melakukan perbaikan menyangkut mafia peradilan sesungguhnya semua segi kehidupan harus disentuh. Demikian pula dunia pendidikan, ia bersentuhan dengan segala permasalahan yang ada dalam negeri ini. Bisa saja dunia pendidikan dituding sebagai biang dari segala permasalahan karena bagaimanapun dalam dunia pendidikanlah semua orang yang berkiprah di negeri ini digembleng. Maka tidak mengherankan kini dunia pendidikan diberi perhatian lebih oleh pemerintah.
            Orang-orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan tentu tidak mau dipersalahkan begitu saja, karena selama ini sebenarnya dunia pendidikan belum mendapat perhatian dan pembinaan secara serius. Dunia pendidikan yang sejatinya merupakan wahana strategis untuk investasi sumber daya manusia di masa depan sering justru diperlakukan tidak adil. Sebagai contoh, anggaran pendidikan 20% yang sudah dikuatkan dengan undang-undang, ternyata masih diplintir dan dipolitisir demi kepentingan politis. Jadi, sesungguhnya cukup logis jika akhirnya menurut penilaian berbagai lembaga independen tingkat dunia, kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah, bahkan di tingkat Asia Tenggara sekalipun.
            Secara umum rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia berkaitan dengan belum adanya standarisasi yang ketat berkaitan dengan kualitas. Oleh sebab itulah pada decade terakhir pemerintah melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mulai melakukan standarisasi. Keadaan dunia pendidikan yang tanpa standar selama ini diperparah lagi dengan kecenderungan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran yang tidak efektif dan efisien. Banyak lembaga pendidikan melaksanakan proses pembelajaran hanya sebagai formalitas, yang penting meluluskan peserta didik.
            Dan jika didata, permasalahan pendidikan di Indonesia setidaknya menyangkut beberapa hal berikut : (1). Rendahnya sarana fisik, (2). Rendahnya kualitas guru, (3). Rendahnya kesejahteraan guru, (4). Rendahnya prestasi siswa, (5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, (6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, (7). Mahalnya biaya pendidikan.

2.      Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia
Sistem pendidikan nasional sesungguhnya sudah tertata, akan tetapi pada tahap implementasinya sangat dipengaruhi oleh banyak aspek. Pemerintah juga telah melakukan berbagai pembaharuan, termasuk desentralisasi pendidikan. Berbagai pembaruan tersebut merupakan upaya menyiapkan bangsa Indonesia agar mampu mengembangkan kehidupan deemokratis yang mantap dalam memasuki era globalisasi dan informasi sekarang ini.
Perkembangan yang terkait dengan IPTEK, masyarakat, berbangsa dan bernegara maupun isu-isu di dalam dan luar negeri merupakan tantangan yang harus dipertimbangkan dalam membangun system pendidikan nasional. Oleh sebab itu pemerintah pusat maupun daerah, dalam hal ini kementerian pendidikan nasional harus mampu dengan cepat menjawab tantangan-tantangan tersebut untuk direalisasikan dalam program pendidikan nasional.
Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan npotensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuahn yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu system pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional (Lamp. Permendiknas No. 22 tahun 2006).
Undang Undang nomor 20 Tahun 2003 merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998. Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.
Implementasi UU No. 20 tahun 2003 selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan pemerintah serta peraturan menteri pendidikan. Dari sini sebenarnya sudah tertata suatu system yang memadai hingga terwujudnya system pendidikan yang berkualitas. Hanya tatkala sampai pada implementasi menjadi sangat berbeda dengan idealisme. Karena dunia pendidikan kita masih rentan disusupi kepentingan lain, seperti kepentingan politik dll. Kecuali itu penyakit masyarakat berkaitan dengan KKN dan mafia peradilan sungguh mengganggu tercapainya cita-cita pendidikan yang luhur itu.

B.     Kebijakan  Pendidikan Nasional dalam Konstalasi Global
Dunia tengah berubah dengan dahsyat. Isu postmodernisasi dan globalisasi sebenarnya ingin merangkum  pemahaman suatu perubahan yang sangat cepat dan dahsyat. Modernisasi adalah proses perubahan masyarakat dan kebudayaannya dari hal-hal yang bersifat tradisional menuju modern. Globalisasi pada hakikatnya merupakan suatu kondisi meluasnya budaya yang seragam bagi seluruh masyarakat di dunia. Globaliasi muncul sebagai akibat adanya arus informasi dan komunikasi yang begitu cepat. Sebagai akibatnya,  masyarakat dunia menjadi satu lingkungan yang seolah-olah saling berdekatan dan menjadi satu sistem pergaulan dan budaya yang sama. Dunia pendidikan yang merupakan bagian dari masyarakat dunia tak pernah bisa mengelak dari sang perubahan itu.
Demikianlah, dalam dunia yang terus berubah dewasa ini, pendidikan  dihadapkan kepada tuntutan dan tantangan transformasi sosial yang mencakup: ledakan isu-isu sosial; kompetisi yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi, perubahan kultural serta perspektif pemikiran dan kebutuhan; peningkatan dan percepatan tingkat kompleksitas teknologi; serta perubahan kebutuhan mahasiswa yang bukan saja mencakup pembelajaran disiplin ilmu, tapi juga kebutuhan untuk bertumbuh dan berkembang secara intelektual untuk menghadapi tantangan kehidupan.
Globalisasi, adalah proses semakin terintegrasinya sistem nasional bangsa-bangsa ke dalam sistem global. Globalisasi, menurut Roberston (1992), adalah ”proses menciutnya dunia dan intensifikasi kesadaran akan dunia sebagai keseluruhan......”. Kesadaran sebagai ”satu dunia” mengimplikasikan terjadinya relativisasi dari acuan individual dan nasional menjadi acuan umum dan supranasional. Globalisasi, sebagai suatu fakta dan sebagai suatu ”kesadaran”, dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, yaitu: sebagai peluang bagi yang dapat memanfaatkannya dengan baik untuk tampil sebagai pemenang (the winners), dan pada saat yang sama sebagai ancaman bagi kehidupan manusia untuk menghasilkan pecundang (the lossers).
Terlepas dari persoalan ini, globalisasi adalah suatu realitas yang tak mungkin dihindari. Dalam konteks pendidikan, khususnya pendidikan di Indonesia,  persoalannya adalah bagaimana pendidikan di Indonesia mampu memetik peluang dan berkah dari globalisasi ini, dan sebaliknya juga mampu mengeliminasi berbagai ancaman dan dampak negatif dari globalisasi.
Lahirnya berbagai kebijakan pendidikan akhir-akhir ini sesungguhnya dimaksudkan sebagai antisipasi atas berbagai perubahan sebagai akibat globalisasi tersebut. Beberapa kebijakan setidaknya cukup mewakili upaya tersebut:
1.       Kebijakan Standarisasi Pendidikan Nasional (8 Standar Pendidikan Nasional) yang meliputi : a)  standar isi;  b) standar proses; c) standar kompetensi lulusan; d) standar pendidik dan tenaga kependidikan; e) standar sarana dan prasarana; f) standar pengelolaan; g) standar pembiayaan; dan  h) standar penilaian pendidikan.  Kebijakan standarisasi ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan standar pendidikan untuk tingkat dunia .
2.      Kebijakan Sertifikasi Guru dan Dosen yang bersumber dari undang-undang Guru dan Dosen. Pada dasarnya sertifikasi guru dan dosen merupakan upaya awal untuk mendongkrak kualitas pendidikan diIndonesia. Meski pada awal-awal pelaksanaan masih banyak kekurangan namun diharapkan di masa mendatang dapat semakin sempurna implementasinya.
3.      Kebijakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), meski pada saat ini masih menuai pro dan kontra, namun ide dasarnya sebenarnya hendak menyiapkan para lulusan yang mampu bersaing di dunia internasional.
Kecuali kebijakan tersebut, masih banyak kebijakan yang sesungguhnya sangat ideal jika dilaksanakan secara konsekuen. Namun demikian, pada tataran implementasi masih banyak yang harus dibenahi bahkan dibongkar. Itulah sebabnya secara umum politik kebijakan pendidikan di Indonesia dapat dikatakan masih buruk. Buruknya politik kebijakan pendidikan di Indonesia setidaknya tercermin dari beberapam indikator berikut : (1). Rendahnya sarana fisik, (2). Rendahnya kualitas guru, (3). Rendahnya kesejahteraan guru, (4). Rendahnya prestasi siswa, (5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan dan tingginya angka putus sekolah, (6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, (7). Mahalnya biaya pendidikan sebagai akibat belum konsekuennya pelaksanaan anggaran 20% untuk pendidikan. Berbagai kebijakan seperti sertifikasi guru, belum mampu mendongkrak kualitas SDM guru serta kesejahteraannya.

C.      Sistem Kebijakan Pendidikan pada negara-negara asing
1.      Sistem pendidikan di negara Malaysia dan Brunai Darusalam
Pendidikan di Malaysia dimulai dari Pendidikan Pra Sekolah yang disediakan oleh beberapa instansi pemerintah, badan swasta, dan lembaga- lembaga sukarela dan diikuti oleh anak didik berusia 4-6 tahun. Semua lembaga pendidikan pra sekolah terdaftar pada Departemen Pendidikan dan pada umumnya mereka. Pendidikan dasar adalah wajib bagi semua anak-anak antara usia 7 dan 12. Pendidikan gratis ini dibagi menjadi 2 fase 3 tahunan. Sekolah Dasar di Malaysia ada 2 jenis, sekolah nasional, yang diikuti oleh siswa Melayu, dan sekolah tipe- nasional yang diikuti oleh siswa Cina dan Tamil.
Pendidikan menengah terbagi menjadi 2 siklus : menengah bawah, berlangsung 3 tahun, disebut Form I-III, dan menengah atas, berlangsung 2 tahun, disebut Form IV-V. Siswa sekolah dasar nasional langsung melanjutkan ke Form I, adapun siswa dari sekolah tipe-nasional (Cina dan Tamil) mengikuti kelas transisi 1 tahun untuk mendapatkan bekal bahasa Melayu yang memadai, kecuali bagi siswa yang mendapatkan nilai yang memuaskan pada Tes Penilaian Primer dapat langsung mengikuti Form I. Pada tingkat menengah atas siswa dapat memilih salah satu di antara dua program yang ditawarkan : akademis dan teknik (kejuruan).
Setelah menyelesaikan pendidikan menengah, siswa dapat memilih untuk mengejar 1 sampai 2 tahun pendidikan pasca-pendidikan menengah untuk mendapatkan Form VI dan pendidikan matrikulasi untuk persiapan masuk universitas. Pendidikan matrikulasi dipersiapkan untuk memenuhi persyaratan masuk khusus dari universitas tertentu. Adapun Form VI ditujukan untuk memenuhi persyaratan dari semua universitas. Siswa yang telah menyelesaikan pendidikan menengah, mempersiapkan diri untuk menghadapi Ujian Sertifikasi Sekolah Tinggi Malaysia (semacam SPMB) yang diselenggarakan oleh Dewan Ujian Malaysia, dan ujian Matrikulasi yang dilakukan oleh beberapa universitas lokal. Lembaga pendidikan tinggi mencakup universitas, akademi, dan politeknik. Program yang ditawarkan beragam mulai sertifikat, diploma, dan degree levels. Pada tingkat sarjana pendidikan ditempuh selama 3-4 tahun.
Sejak tahun 2008, Brunei telah mulai melakukan transisi kepada sistem pendidikan baru yang disebut sebagai SPN21, akronim dari Sistem Pendidikan Negara Abad ke-21. SPN21 adalah sistem pendidikan yang dirancang untuk memberikan kesempatan dan keleluasaan bagi para siswa untuk mencapai status pendidikan yang tinggi sesuai dengan kemampuan akademik mereka masing- masing, sebagaimana misi MOE (Kementerian Pendidikan) adalah untuk memberikan pendidikan yang menyeluruh untuk mencapai potensi yang penuh bagi semua.
Sistem ini mulai diterapkan pada para siswa Tahun 7 (Menengah Pertama) tahun ajaran 2008, yaitu para lulusan ujian PSR 2007 (semacam UNAS SD). Kemudian pada tahun 2009 dilakukan transisi bagi siswa Tahun 1 dan Tahun 4 kepada sistem ini dan akan diterapkan sepenuhnya pada tingkat dasar pada tahun 2011.

2.      Sistem pendidikan di negara Belanda
Belanda diakui dunia sebagai negara yang memiliki standar internasional. Pendidikan di Belanda sangat ditekankan dan menjadi salah satu masalah prioritas pemerintah, mulai dari tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi/universitas. Maka tidak aneh mulai dari system pendidikan dasar di Belanda hingga pendidikan tinggi/universitas itu berkualitas. Dunia sendiri mengakui akan prestasi Belanda didunia pendidikan, terbukti 11 dari universitas di Belanda masuk ranking 200 universitas terbaik didunia. Penelitian juga menunjukkan bahwa mereka yang pernah studi di universitas atau institusi pendidikan tinggi Belanda memiliki kinerja yang sangat baik di manapun mereka berada.  Untuk negara kecil seperti Belanda, orientasi internasional, termasuk pendidikan dan pelatihan merupakan keharusan untuk dapat bertahan di tengah arus dunia yang semakin internasional.
Sistem pendidikan di Belanda sangat berbeda dengan sistem pendidikan yang dikenal di Asia, Amerika, bahkan di sebagian besar wilayah Eropa. Di Eropa sendiri, sistem pendidikan ala Belanda hanya dikenal oleh beberapa negara, antara lain Jerman dan Swedia. Salah satu perbedaan sistem pendidikan di Belanda adalah  penjurusan yang sudah dimulai sejak pendidikan di tingkat dasar dengan mempertimbangkan minat dan kemampuan akademis dari siswa yang bersangkutan.
Secara umum, sistem penjurusan tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) Pendidikan tingkat dasar dan lanjutan (primary en secondary education) 2) Pendidikan tingkat menengah kejuruan (senior secondary vocational education and training) 3)Pendidikan tingkat tinggi (higher education)

3.      Sistem pendidikan di negara Amerika
Ada dua macam pendidikan di AS, yaitu negeri dan swasta; namun antara keduanya ada pendidikan di rumah. Karena tidak disebutkan dalam konstitusi, maka tanggung jawab pendidikan adalah pada negara bagian. Pengawasan pendidikan dilakukan oleh 3 pihak, yaitu federal, state, dan local control. Di tingkat lokal, pengawasan dilakukan oleh dewan sekolah, pengawas, sekolah kabupaten, orang tua, dan masyarakat. Tiap state atau negara bagian memiliki sistem pendidikan tersendiri, sehingga ada 50 macam sistem pendidikan di AS sesuai dengan jumlah negara bagian. Masing-masing mendelegasikan kekuasaannya kepada dewan sekolah. Karena itu kontrol pendidikan terletak pada sekolah dan masyarakat di kabupaten.
       Tiap sekolah memiliki sistem pendidikan. Jika jumlah sekolah di AS ada 14.000, ini berarti ada 14.000 macam sistem pendidikan. Jumlah tersebut dari tahun ke tahun menurun. Pada tahun 1930 sebanyak 130.000 ribu, dan pada tahun 2000 tinggal 14.000. Jam belajar diatur setiap hari antara 6-7 jam, termasuk makan siang.
 Dalam setahun hari masuk sekitar 180-190 yang terbagi dalam 4 kuartal @ 9 minggu untuk SMU. Sedangkan tingkat SD-SLTP sehari antara 6-7 jam pelajaran @ 45-55 menit. Terkadang ada penjadwalan dengan waktu 90 menit yang disebut dengan block.
       Kurikulum inti ditentukan oleh tiap state, terdiri dari: seni bahasa (menulis, ejaan, membaca), bahasa, sains, matematika, ilmu pengetahuan sosial, dan olah raga. Persyaratan lulusan ditentukan oleh tiap state, dan saat itu 34 states mengharuskan tes bagi siswa yang menghasilkan produk, jadi bukan tes tertulis. Produk tersebut antara lain berupa hasil riset dan dipresentasikan di depan kelas. Ebtanas tidak ada. Nampaknya, tidak ada satu sistem pendidikan tertentu yang harus dianut di AS.

4.      Sistem pendidikan di negara Jepang
Banyak pengamat pendidikan dan pembangunan di Amerika Serikat melihat bagaimana sistem pendidikan di Jepang telah berhasil mencetak tenaga kerja dengan semangat, motivasi dan watak yang “pas” bagi pembangunan. Sebagai suatu masyarakat yang sepenuhnya mengakui peran pendidikan dalam pembangunan, para ahli di A.S. mulai menengok sistem pendidikan di Jepang, sekaligus mengevaluasi sistem pendidikan di,A.S. sendiri. Maka dibentuklah team Jepang dan A.S. yang bertugas untuk mengevaluasi  pertemuan antara Reagan dan Nakasone pada tahun 1983. Pada tanggal 4 Januari tahun 1987, secara serentak di kedua lbu Kota negara diumumkan hasil kerja team tersebut.   Team Amerika Serikat mengumumkan 128 halaman laporan yang oleh seorang pejabat di kantor  pendidikan di Washington disebut sebagai suatu potret sistem pendidikan yang canggih. Dalam  laporan tersebut, sebagaimana dikutip oleh Newsweek, 12 Januari 1987, dikemukakan bahwa murid-murid di Jepang diperkirakan mempunyai  IQ yang tinggi, buta huruf sudah tidak dikenal lagi. Di samping itu berdasarkan tes yang telah distandardisir secara internasional ternyata murid-murid SMA di Jepang memiliki skore di bidang matematik dan sain lebih tinggi dari pada murid-murid SMA di A.S. Tambahan lagi, penelitian ini mempertebal keyakinan para pengamat bahwa pendidikan di Jepang telah memainkan peran yang penting dan sangat menentukan dalam pembangunan ekonomi negara pada dua puluh lima tahun terakhir ini. 
Ternyata sistem pendidikan Jepang, kalau dilihat dengan kacamata teori pendidikan barat, bisa dikategorikan sebagai suatu sistem pendidikan tradisional. Pemerintah pusat memegang kontrol pendidikan, termasuk menentukan kurikulum yang berlaku secara nasional baik bagi sekolah negeri ataupun sekolah swasta. Pengajaran menekankan hafalan dan daya ingat untuk menguasai materi pelajaran yang diberikan. Materi pelajaran diarahkan agar murid bisa lulus ujian akhir atau test masuk ke sekolah lebih tinggi, tidak mengembangkan daya kritis dan kemandirian murid. Semua murid diperlakukan sama, tidak ada treatment khusus untuk murid yang tertinggal.   Sekolah menekankan pada diri murid sikap hormat dan patuh kepada guru dan sekolah. Dengan singkat sistem pendidikan Jepang dapat dikatakan suatu sistem pendidikan yang “kaku, seragam dan tiada pilihan bagi anak didik”.
Dibalik sistem pendidikan di Jepang yang kaku dan seragam tersebut sebenarnya ada beberapa hal yang patut dicatat. Pertama, dengan menegakkan disiplin patuh terhadap guru dan sekolah menyebabkan anak didik di Jepang secara riil  menggunakan waktu sekolah  lebih  besar dari  pada anak-anak sekolah di Amerika Serikat. Kedua, sistem pendidikan di Jepang telah berhasil melibatkan orang tua anak didik dalam pendidikan anak-anaknya. lbu, khususnya senantiasa memperhatikan, memberikan pengawasan dan bantuan belajar kepada anak-anaknya. Tambahan lagi, lbu-ibu ini terus secara berkesinambungan membuat kontak dengan para guru. Ketiga, di luar sekolah berkembang kursus-kursus yang membantu anak didik untuk mempersiapkan ujian atau mendalami mata pelajaran yang dirasa kurang. Keempat, status guru dihargai dan gaji guru relatif tinggi. Hal ini mengakibatkan pekerjaan guru mempunyai daya tarik.  
           

BAB III
PENUTUP

A.                Kesimpulan

            Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, khususnya bab XIII menyatakan dengan tegas bahwa setiap warga negara berhak atas pendidikan (pasal 31 ayat 1). Dan melalui amandemen ke-4, hal tersebut dipertegas lagi dengan menyatakan bahwa pendidikan merupakan kewajiban warga negara  sekaligus pemerintah wajib membiayainya (pasal 31 ayat 2). Bahkan untuk mendukung pembiayaan tersebut dalam pasal 31 ayat 4 ditegaskan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh prosen dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah. Amanat UUD ini mewajibkan negara/pemerintah sekaligus warga negara untuk mewujudkannya dalam kehidupan nyata.
            Ini artinya, peningkatan kualitas pendidikan nasional menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun pertanyaannya, mampukah pemerintah melakukannya tanpa dukungan masyarakat luas? Sistem pendidikan nasional telah tersusun dengan rapi. Dan pada tahap implementasinya seluruh lapisan masyarakat harus mendukungnya dengan kritis. Terlebih para insan pendidikan harus mendukung dengan sepenuh hati. Jika terjadi berbagai kendala, semua harus menyikapi secara proporsional. Satu hal yang penting, pendidikan tidak boleh menjadi komoditas politik, diombang-ambingkan oleh iklim politik, karena pendidikan bertanggung jawab atas masa depan bangsa.
Sistem pendidikan negara-negara asing boleh dijadikan pelajaran dan model bagi pengembangan kebijakan pendidikan di Indonesia. Hanya yang harus selalu diingat, sistem pendidikan di Indonesia haruslah merupakan sistem pendidikan yang berpijak pada karakteristik bangsa. Modernisasi dan globalisasi tidak boleh sama sekali menghilangkan kearifan lokal dan nasional.

B.                 Solusi
Pendidikan harus dipandang sebagai investasi SDM handal untuk membangun masa depan bangsa dan nnegara. Oleh sebab itu pendidikan tidak boleh ditunggangi kepentingan politik sesaat. Semua elemen negara dan masyarakat harus satu hati mengupayakan sistem pendidikan yang berkualitas.
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007). Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
  1. Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
  2. Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.
  3. Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
  4. Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
  5. Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
  6. Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. (Untuk tahun 2007 dianggarkan Rp 44 triliun).
  7. Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
  8. Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.
Pemerintah sudah berupaya melakukan berbagai perubahan di bidang pendidikan, mulai dengan adanya desentralisasi pendidikan, lahirnya undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, Standarisasi Pendidikan Nasional serta komitmen mengatur anggaran dana pendidikan yang memadai. Komitmen pemerintah tersebut harus didukung dengan sepenuh daya, terutama dalam implementasinya. Sebab tanpa peran serta dan dukungan masyarakat luas secara kritis, pendidikan nasional yang dicita-citakan tidak dapat terlaksana dengan baik.




DAFTAR RUJUKAN
Brosur sistem pendidikan tinggi di Belanda, yang diterbitkan oleh perhimpunan universitas – universitas di Belanda bekerjasama dengan badan perhimpunan Hogeschool di Belanda dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Belanda.
Erik.  Paradigma  Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 (Online) http://erik12127.wordpress.com/2008/05/10/ (diakses tanggal 08 Nopember 2010)
http://www.ppibelanda.org/index.php?option=com_content&task=view&id=43&Itemid=52
http://pakguruonline.pendidikan.net diakses 14 Desember 2010
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah. Jakarta : Dirjen Manajemen Pendidkan Dasar dan Menengah.
Manik, F. Suseno. 2006. Pendidikan di Indonesia: Masalah dan Solusinya. dari http://www.mii.fmipa.ugm.ac.id. Diakses pada 13 Desember 2010.
Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Analisis Situasi Sekolah dalam Pengembangan Kurikulum. Retrieve 23 April 2010 dari http://www.akhmadsudrajat.wordpress.com
Suryohadiprojo, Sayidiman. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. (Online) http://sayidiman.suryohadiprojo.com/2003/08/13 (diakses tanggal 08 Nopember 2010)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wikipedia.co.id
www. Infoamerika.com


Ditulis pada 16 Desember 2010